Hukum Menggabungkan Puasa Syawal dan Qadha Puasa Ramadan, Bolehkah?

Reporter

Editor

Dwi Arjanto

Ilustrasi Buka Puasa. shutterstock.com
Ilustrasi Buka Puasa. shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta -Puasa Syawal memiliki keutamaan yang besar. Berdasarkan H.R Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang telah melaksanakan puasa Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan berpuasa selama enam hari pada bulan Syawal, maka dia (mendapatkan pahala) sebagaimana orang yang berpuasa selama satu tahun.”

Dengan janji pahala yang besar banyak orang yang berlomba-lomba untuk menunaikan puasa Syawal. Namun beberapa orang khususnya perempuan memiliki utang puasa karena udzur dan harus dibayar atau qadha 

Namun permasalahan muncul, puasa Syawal hanya dapat dilakukan pada bulan Syawal yang memiliki 30 hari dalam satu tahun. Lantas muncul pertanyaan, apakah sah apabila menggabungkan puasa Syawal dengan puasa qadha?  

Dalam menjawab pertanyaan ini, para ulama memiliki dasar untuk ketentuan menggabungkan dua ibadah dalam satu niat. Tercantum dalam kitab Idoh al-Qowa’idul al-Fiqhiyyah yang ditulis oleh Syekh Abdullah Sa’id Al-Hadhromi terdapat beberapa hukum mengenai hal ini.  

Pertama, dua ibadah yang digabung dianggap sah seperti niat puasa qadha dengan puasa arafah.

Kedua, hanya ibadah fardhu yang dianggap sah, contohnya niat haji wajib dan sunnah.

Ketiga, hanya ibadah sunnah yang dianggap sah, dalam kasus membayar zakat dan bersedekah dengan segenggam beras. Hanya sedekah yang dihitung karena tidak memenuhi syarat zakat. Keempat, tidak ada yang dianggap sah, contohnya saat makmum masbuk yang melakukan takbir untuk takbiratul ihram dan ruku’, 

Untuk penggabungan puasa qadha dan puasa Syawal juga beragam, pendapat dari kalangan ulama Hanabilah menyebut jika kedua ibadah ini digabung maka hanya satu puasa saja yang dianggap sah, seperti yang ditulis dalam  Fatwa Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah Al-Azhar as-Syarif. 

Selanjutnya: Pendapat lain dalam kitab...