Keunikan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dalam Komplek Keraton Pakungwati

Reporter

Warga, wisatawan, dan peziarah memenuhi halaman Masjid Agung Sang Cipta usai melaksanakan salat Jumat di Cirebon, Jawa Barat, 25 Desember 2015. TEMPO/Prima Mulia
Warga, wisatawan, dan peziarah memenuhi halaman Masjid Agung Sang Cipta usai melaksanakan salat Jumat di Cirebon, Jawa Barat, 25 Desember 2015. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu peninggalan bersejarah di Kota Cirebon yang kini menjadi ikonik adalah Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Melansir dari cagarbudaya.kemdikbud.go.id, Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada 1498 oleh Wali Songo atas prakarsa Sunan Gunung Jati pada tahun 1498. Masjid ini terletak di Jl. Kasepuhan No.Komplek, Kesepuhan, Kec. Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat 45114.

Pambangunan masjid ini dipimpin Sunan Kalijaga dengan arsitek Raden Sepat (dari Majapahit) bersama dengan 200 orang pembantunya (Demak).

Nama Sang Cipta Rasa diambil dari kata Sang yang berarti Keagungan, Cipta yang berarti dibangun dan Rasa yang diambil dari arti digunakan. Namun karena masjid ini terletak di dalam komplek Keraton Pakungwati, maka penduduk Cirebon pada masa itu menamainya dengan Masjid Pakungwati. Sekarang masjid ini terletak di depan Keraton Kesepuhan.

Konon, Masjid Agung Sang Cipta Rasa Dibangun Semalam

Dikutip dari khazanahmasjid.com, menurut cerita rakyat, pembangunan masjid ini hanya dalam tempo satu malam oleh 500 pekerja dari Majapahit, Demak dan Cirebon. Masjid ini dibangun pada dini hari, lalu keesokan harinya telah dipergunakan untuk salat Subuh.

Masjid ini mengalami lima kali pemugaran. Pada tahun 1934 Pemerintah Hindia Belanda melakukan perbaikan masjid secara , dipimpin oleh Ir. Krijgsman. Pada tahun 1960 P. Sulaeman Sulendraningrat, Habib Syekh dan R. Amartapura memperbaiki atap dan talang. Tahun 1972-1974 Pemerintah Daerah Kota Cirebon memperbaiki serambi depan.

Pada 1975-1976, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melaksanakan pemugaran bangunan inti, yang dilanjutkan pada tahun 1976-1978 memugar tiang soko guru, tempat wudhu, peturasan, bangunan tengah, samping kiri-kanan dan penggantian atap sirap kayu jati. Purna pugar Masjid Agung Sang Cipta Rasa dilaksanakan pada 23 Februari 1978.

Masjid ini terdiri dari dua ruangan, yaitu beranda dan ruangan utama. Di bagian ruang utama masjid terdapat pintu masuk yang kecil, di mana saat jemaah masuk harus menundukkan kepala. Ini merupakan bentuk penghormatan dan makna merendahkan diri saat masuk masjid. Selain itu, ruang utama memiliki juga memiliki makna semua manusia memiliki kedudukan yang sama di mata sang pencipta. Sehingga harus tunduk dan patuh menjalankan perintah Allah.

Masjid ini dikelilingi pagar tembok berhias tonjolan belah ketupat dan bentuk segi enam bergerigi seperti motif bingkai cermin. Seluruh dinding masjid ini berwarna jingga kemerahan, kecuali pada bagian-bagian ukir terlihat putih seperti mihrab dan dinding luar.

Pada bagian tempat imam, terdapat tiga ubin yang dipasang oleh Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, dan Sunan Bonang. Makna dari ketiga unsur ini mewakili iman, islam, dan ihsan. Mimbar masjid ini diberi nama Sang Ranggakosa dan dibangun menyerupai kursi dengan tiga anak tangganya.

Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon ini memiliki keunikan pada saat pelaksanaan salat Jumat. Pada saat salat jumat, tujuh muazin akan dikerahkan untuk memanggil para jamaah.

RINDI ARISKA 

Baca: Azan Pitu di Masjid Agung Cirebon Sejak Masa Sunan Gunung Jati, ini Maksudnya

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.