Tips Sehat Makan Gorengan Ketika Berbuka Puasa

Reporter

Editor

Devy Ernis

Lumpia isi tahu udang menjadi salah satu jenis gorengan yang tetap sehat untuk menu buka puasa/Foto: Tupperware
Lumpia isi tahu udang menjadi salah satu jenis gorengan yang tetap sehat untuk menu buka puasa/Foto: Tupperware

TEMPO.CO, Jakarta - Kudapan yang dimasak dengan digorreng atau gorengan selalu menjadi menu andalan berbuka puasa karena rasanya yang renyah, gurih dan pembuatannya juga mudah. Ahli Gizi Universitas Airlangga (UNAIR) Lailatul Muniroh mengingatkan cara mengonsumsi gorengan yang aman dan sehat.

Menurutnya, makanan tersebut perlu diperhatikan rentang waktu dan jumlah konsumsinya. Lantaran hal yang dibutuhkan tubuh saat berbuka puasa adalah minuman untuk menghidrasi dan karbohidrat sederhana untuk meningkatkan kadar glukosa tubuh. “Gorengan dapat dikonsumsi setelahnya, dalam jumlah tidak berlebihan, cukup satu sampai dua saja, dan itupun tidak setiap hari,’’ tutur dosen gizi UNAIR ini seperti dikutip di laman resmi UNAIR pada Kamis, 14 April 2022.

Lebih lanjut, Lail menyarankan ada baiknya mengkonsumsi sayuran dan buah yang berserat tinggi agar dapat menghambat penyerapan lemak. Apalagi, pada gorengan yang bertepung, sambungnya, karena tepung bersifat menyerap minyak yang cenderung mengandung banyak lemak.

Di samping itu kebutuhan lemak pada tubuh lebih banyak dibandingkan protein. "Sekitar 20-30 persen dari total kalori kebutuhan kita berasal dari lemak,’’ ungkapnya.

Namun, yang dibutuhkan oleh tubuh adalah lemak yang baik. Misalnya yang berasal dari omega 3 dan omega 6. Lail pun menyebut beberapa contoh makanan yang mengandung lemak baik. “Seperti halnya ikan salmon, tuna, alpukat, kacang-kacangan, minyak zaitun, telur, keju, dan yoghurt. Selama dikonsumsi sesuai kebutuhan, maka akan berdampak baik untuk kesehatan,’’ katanya.

Selanjutnya, dosen yang hobi kuliner itu juga menegaskan jika terlalu sering mengkonsumsi gorengan saat berbuka puasa dapat membahayakan kesehatan. Terlebih jika kualitas minyaknya sudah terpakai berulang kali sehingga warnanya coklat kehitaman.

Pada prosesnya pemakaian minyak yang berulang atau minyak jelantah. Lemaknya akan berubah menjadi lemak trans dari lemak jenuh. Proses tersebut mengubah struktur kimia lemak, sehingga lebih sulit dicerna.

“Minyak juga mengalami oksidasi dan membentuk radikal bebas yang dapat meningkatkan risiko penyakit seperti jantung, stroke, kanker, diabetes mellitus tipe 2, serta obesitas,’’ paparnya.

Kepala Program Studi Gizi UNAIR itu juga menyarankan untuk makanan yang digoreng sebaiknya tidak terlalu sering dan dibatasi porsinya. “Minyak yang digunakan sebaiknya minyak yang baru, setidaknya baru digunakan satu kali untuk menggoreng,’’ ujarnya.

Baca juga:

Yogyakarta Akan Buat Sekolah Khusus untuk Remaja Pelaku Klitih

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.