Muktazilah, Aliran Islam yang Mengutamakan Akal dalam Teologi

Reporter

Editor

Bram Setiawan

Ilustrasi masjid. REUTERS/Amr Abdallah Dalsh
Ilustrasi masjid. REUTERS/Amr Abdallah Dalsh

TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai aliran Islam saat ini bersumber dari keberagaman pemikiran para pendahulu atau tokoh. Berbagai aliran dalam Islam memiliki sejarah dan riwayat ajarannya masing-masing.

Fenomena keberagaman aliran Islam sudah ada ratusan tahun silam. Mengutip publikasi berjudul Membingkai Aliran-aliran Islam di Indonesia dalam laman Badan Litbang Agama, Kementerian Agama, pada zaman klasik ketika perkembangan Islam mulai signifikan, konfrontasi politik maupun perbedaan pemikiran teologi telah memunculkan banyak sekte atau aliran (firqah).

Ahli sejarah Philip Khuri Hitti menjelaskan, pada awal abad ke-8 masa Dinasti Umayyah, muncul gerakan pemikiran filosofis mu’tazilah atau muktazilah. Sekte itu mengedepankan akal dalam teologi dan mengusung paham kebebasan berkehendak. Paham itu diikuti kaum Qadariyah yang saat itu bertolak belakang dengan Jabbariyah dalam memahami takdir.

Aliran muktazilah

Mengutip artikel ilmiah Peran Akal dan Kebebasan Bertindak dalam Filsafat Ketuhanan Mu'tazilah”, aliran itu lahir dan berkembang pada 689 hingga 749 di Irak berkat tokoh intelektual, Washil bin Atha’. Saat mendalami ilmu agama Islam di Basrah, ia memisahkan diri dari gurunya Hasan Al-Bashri, karena perbedaan pendapat seputar kebebasan manusia dalam bertindak. Kepergiannya tak sendiri tetapi diikuti sejumlah murid Al-Bashri, seperti Amr ibn Ubayd. 

Setelah memisahkan diri dari gurunya, Al-Bashri meletakkan dasar aliran muktazilah. Mengutip buku Tarikh Madzahib al-Islamiyah, metode pemikiran muktazilah dalam menetapkan akidah berpegang pada premis akal logika. Al-Bashri beserta pengikutnya berpendirian, akal adalah sumber hukum di dalam Islam, di samping Al-Qur’an dan hadis. 

Menurut Abu Zahrah, pemikiran muktazilah yang bercorak rasional dan liberal itu tak terlepas dari pengaruh filsafat Yunani. Metode berpikir kaum muktazilah selalu menggunakan landasan filsafat dan logika untuk memecahkan masalah teologi, yang banyak menggunakan kemampuan akal. Tak ayal, kaum muktazilah dijuluki kaum rasionalis Islam.

Aliran muktazilah sudah tak berkembang lagi

Mengutip publikasi ilmiah berjudul Aliran Mu’tazilah dalam Lintasan Sejarah Pemikiran Islam, aliran muktazilah memuliakan kemampuan akal, sehingga pemikiran teologi yang dikembangkan bercorak rasional dan liberal. Sekarang, aliran muktazilah sudah tidak berkembang lagi.

Mulanya muktazilah merupakan aliran teologi yang hanya dianut masyarakat biasa. Tapi, teologi yang bercorak rasional dan liberal itu memikat perhatian para cendekiawan dan lingkungan pemerintah Kerajaan Abbasiyah.

Pada 827, Khalifah Al-Makmun (813-833) putra Harun al-Rasyid (766-809 ) menjadikan muktazilah sebagai mazhab resmi negara. Sejak saat itu resmi muktazilah menjadi satu-satunya aliran teologi yang boleh dianut oleh umat Islam dalam wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. 

HARIS SETYAWAN

Baca: Beragam Aliran Islam di Indonesia, Apa Saja?

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.