Pengurus Ingin Masjid Cikoneng Pandeglang Jadi Cagar Budaya

Reporter

Masjid Cikoneng yang berlokasi di Kampung Manungtung Desa Cilaban Bulan, Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang yang dibangun sekitar tahun 1840-an sebagai pusat syiar Islam di Provinsi Banten. Foto: Antara
Masjid Cikoneng yang berlokasi di Kampung Manungtung Desa Cilaban Bulan, Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang yang dibangun sekitar tahun 1840-an sebagai pusat syiar Islam di Provinsi Banten. Foto: Antara

TEMPO.CO, Pandeglang Masjid Cikoneng Manungtung di Pandeglang, Jawa Barat, belum tercatat sebagai cagar budaya yang dilindungi Pemerintah Provinsi Banten. Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Cikoneng, Abdul Hakim, 63 tahun, mengatakan ”Padahal, keberadaan masjid itu memiliki sejarah panjang penyebaran agama Islam,” kata Desa Cilaban Bulan, Menes, Pandeglang, Senin, 11 April 2022.

Menurut Hakim, dulu banyak jamaah dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Pandeglang saat Ramadan dan salat Jumat. Mereka datang dari Pulosari, Mandalawangi, Sodong, Saketi, Cipecang hingga Pandeglang dengan berjalan kaki hingga seharian.

"Kami berharap masjid itu segera dilindungi cagar budaya untuk menjaga kelestariannya," kata Hakim. Selain memang tempat menyebarkan ajaran Islam, masjid ini juga dikenal dengan sejarah perjuangan.

"Masjid ini juga menjadi sasaran penembakan pasukan Belanda pada agresi kedua 1948." Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam penembakan saat subuh itu. Para Jemaah menyelamatkan diri dengan melompati jendela. Sakranah, 78 tahun, penduduk Manungtung Menes yang ketika itu masih kanak-kanak mengaku mendengar suara tembakan tentara Belanda itu.



Masih Terawat 

Masyarakat di desa itu tidak ada lagi yang mengetahui sejarah pembangunan Masjid Cikoneng Manungtung itu, karena sesepuh atau tetua warga sudah meninggal. Namun berdasarkan pengakuan tokoh masyarakat bahwa masjid yang masih terawat hingga saat ini, dibangun sekitar tahun 1888 atau empat tahun setelah Gunung Krakatau erupsi. 

Kondisi masjid yang sudah berusia 100 tahun dengan daya tampung 400 orang itu hanya beberapa bagian saja yang dipugar. Di antaranya tempat wudu, toilet, dinding ditempel keramik, pintu, dan pintu serta jendela.

Bagian ruang tengah masjid dengan empat tiang kayu penyanggah masih utuh tanpa perbaikan, termasuk tongkat, juga ruangan depan untuk musyawarah. Begitu juga beduk dan tongtong, alat yang ditabuh untuk tanda memulai salat juga masih bertahan dan belum rusak.

Ramadan ini, Masjid Cikoneng juga ramai dengan aneka kegiatan. Ada pengajian Al Quran, diskusi dan dakwah juga buka puasa bersama dengan menyediakan takjil. Mereka warga setempat juga santri salah satu pondok pesantren di daerah itu.

Baca juga: 8 Masjid Agung Bersejarah dan Unik yang Bisa Dikunjungi Selama Ramadan