Terjadi Saat Ramadan di Yogyakarta, Bagaimana Para Ahli Memandang Klitih?

Reporter

Editor

Bram Setiawan

Ilustrasi penganiayaan
Ilustrasi penganiayaan

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus klitih kembali terjadi di Yogyakarta. Kali ini, saat awal Ramadan, kejahatan jalanan itu mengakibatkan seorang pelajar SMA tewas karena diserang sekelompok remaja bersepeda motor, pada Senin, 4 April 2022, dini hari.

Sri Sultan Hamengkubuwono X pun ingin polisi segera menangkap juga memproses hukum pelakunya. "Ya diproses (hukum pelaku remaja atau anak-anak) karena dia melakukan tindak pidana sampai ada korban yang meninggal," katanya.

Kasus klitih menurut psikolog dan sosiolog

Ahli psikologi perkembangan Arum Febrianti mengatakan, para pelaku klitih tidak tiba-tiba menjadi kriminal. Ada rekam jejak di balik semua itu yang dikenal sebagai jalur perkembangan seseorang. Artinya sudah banyak hal yang telah dialami oleh seorang anak.

Faktor lingkungan yang buruk, misalnya di sekolah membentuk karakter remaja yang cenderung menyimpang aturan atau norma yang berlaku.

"Kontrol orang tua, kedekatan emosi, dan membangun komunikasi dengan anak itu sangat penting," kata Arum, dikutip dari saluran YouTube, UGM Channel. Jika keluarga tidak bisa berfungsi memberikan contoh yang baik, melindungi keluarganya, maka anak berpeluang terjerumus perilaku klitih.

Mengutip buku Patologi Sosial, perilaku negatif menjadi sumber patologis sosial yang didalangi remaja dan memotivasi untuk mendapat perhatian. Itu dari lingkungan teman sebaya maupun status sosial..

Aksi klitih, biasanya dilakukan saat usia remaja yang secara psikologis mengalami suatu krisis identitas. Ketika fase mencari jati diri itu, masa remaja mengalami sistem kontrol diri yang lemah. Akibatnya, tidak bisa membedakan mana perilaku baik dan buruk.

Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada Soeprapto mengatakan, ada permasalahan yang kompleks di balik tindak perilaku klitih. Hal itu dimulai dari persoalan telah terciptanya organisasi terstruktur, doktrin para alumni yang mewariskan permusuhan, dan lain sebagainya.

Menurut sosiolog di bidang kriminalitas itu, penanganan tak bisa hanya dibebankan pada aparat keamanan atau pemerintah. “Tapi, mari melakukan secara sistemik (melingkupi), lembaga keluarga, lembaga pendidikan, lembaga agama, lembaga pemerintah, dan termasuk masyarakat," kata Soeprapto.

NAUFAL RIDHWAN ALY 

Baca: Sultan Yogyakarta Geram karena Terjadi Klitih saat Ramadan, Satu Remaja Tewas

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.