Pada hari itu, raja memerintahkan kepada balai fakir yaitu badan yang menangani fakir miskin dan dhuafa untuk membagikan daging, pakaian dan beras kepada fakir miskin dan dhuafa.
Semua biayanya ditanggung oleh bendahara Silatu Rahim, yaitu lembaga yang menangani hubungan negara dan rakyat di kerajaan Aceh Darussalam
Denys Lombard dalam bukunya “Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda” menyebutkan adanya upacara meugang di Kerajaan Aceh Darussalam, bahkan menurutnya, disana ada semacam peletakan karangan bunga di makam para sultan (Lombard:2007:204-205).
Makmeugang atau meugang ini memang tidak asing untuk masyarakat Aceh. Ini sebuah tradisi unik yang dimiliki masyarakat Aceh untuk menyambut hari-hari besar agama Islam yaitu sebelum memasuki bulan Ramdhan, hari raya Idulfitri, dan hari raya Iduladha.
Sejarah makmeugang berawal dari masa kerajaan Aceh. Pada saat kemimpinan Sultan Iskandar Muda di Kerajaan Aceh Darussalam, beliau ingin melakukan tradisi makmeugang itu. Sultan memerintahkan kepada para petinggi istana untuk membagikan daging kepada rakyat.
Daging tersebut juga dibagikan mengutamakan rakyat yang lebih membutuhkan seperti fakir miskin. Tradisi ini pun kemudian terus diwariskan kepada kepemimpinan kerajaan selanjutnya, yang mana sudah diwariskan secara turun temurun sampai sekarang.
Pada masa penjajahan Belanda dahulu pun, tradisi ini tetap dilaksanakan oleh masyarakat Aceh. Hal tersebut dilakukan dengan para pemimpin desa yang bersekutu dengan Belanda membagikan daing tersebut pada rakyat.
Tradisi menjelan bulan Ramadan ini memang tidak akan lekang dimakan waktu karena terus dibudayakan hingga saat ini. Tradisi yang sudah ada sejak zaman kerajaan Aceh ini pun sudah berumur ratusan tahun.
IDRIS BOUFAKAR
Baca : 4 Vitamin yang Paling Cocok Dikonsumsi Saat Puasa Ramadan