Tradisi Nyorog Betawi Menyambut Bulan Ramadan

Rumah adat Betawi merupakan lambang multikultural, yang merupakan perpaduan berbagai etnik di Jakarta. TEMPO/Bram Setiawan
Rumah adat Betawi merupakan lambang multikultural, yang merupakan perpaduan berbagai etnik di Jakarta. TEMPO/Bram Setiawan

TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang bulan suci Ramadan masyarakat Betawi menjalankan tradisi Nyorog. Tradisi ini rutin dilakukan setiap tahun dan seolah tidak bisa ditinggalkan. Nyorog adalah cara orang Betawi menghormati orang tua, maupun sanak keluarga yang usianya jauh di atasnya.  

Biasanya kalangan muda akan menghantarkan berbagai macam barang, termasuk makanan dan buah-buahan, beberapa hari menjelang masuknya hari puasa pertama. Laman Dinas Kebudayaan DKI Jakarta menulis beberapa bingkisan yang umum dibawa ke sanak saudara dan keluarga tua yakni kue-kue, bahan makanan mentah berupa gula, susu, kopi, sirup, beras, ikan bandeng dan daging kerbau, termasuk kuliner tradisional Betawi yang dimasukkan ke dalam rantang, misalnya saja gabus pucung.

Tradisi nyorog sudah ada sejak dulu. Orang Betawi zaman dahulu menjadikan tradisi nyorog sebagai pengingat untuk memasuki bulan Ramadan. Selain itu, nyorog juga dijadikan sebagai ajang silaturahmi dan saling bermaafan sebelum memasuki bulan puasa.

Bagi masyarakat Betawi, orang tua dan keluarga paling penting dan wajib untuk dihormati. Membawa sejumlah bingkisan, termasuk makanan menjadi salah satu sarana untuk mempererat tali silaturahmi yang lama terhalang jarak.

Saat Nyorog anak, ayah, dan ibu, maupun mertua berinteraksi dan bersantap bersama sembari saling memaafkan.