Ruwahan atau Nyadran, Tradisi Menjelang Bulan Ramadan

Reporter

Warga melakukan tradisi ziarah kubur jelang ramadhan di TPU Jeruk Purut, Cilandak, Jakarta, 11 April 2018. Jelang ramadhan warga muslim melakukan ziarah kubur (makam) berdoa kepada sanak famili atau kerabat yang telah mendahului. TEMPO/M Taufan Rengganis
Warga melakukan tradisi ziarah kubur jelang ramadhan di TPU Jeruk Purut, Cilandak, Jakarta, 11 April 2018. Jelang ramadhan warga muslim melakukan ziarah kubur (makam) berdoa kepada sanak famili atau kerabat yang telah mendahului. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu tradisi unik masyarakat Jawa menjelang bulan suci Ramadan adalah melakukan ruwahan. Tradisi ruwahan merupakan sebuah tradisi kebudayaan menyambut bulan puasa dengan mendoakan para leluruh dan bersedekah dengan orang-orang sekitar. Tradisi ruwahan ini masih terus dilaksanakan hingga saat ini.

Melansir dari repository.radenfatah.ac.id, istilah ruwahan diambil dari bahasa Arab yakni arwah yang memiliki makna roh, nyawa, dan jiwa. Ruwah juga bisa diartikan sebagai arwah atau ruh orang-orang yang sudah meninggal dunia. Dengan demikian, ruwahan memiliki makna sebagai mengenang arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia.

Dikutip dari eprints.ums.ac.id, tradisi ini umumnya ditemukan di Pulau Jawa yang juga dikenal dengan istilah nyadran. Tradisi ini dilakukan rutin setahun sekali menjelang bulan Ramadan, tepatnya menjelang bulan ruwah, bulan ke delapan kalender Jawa atau Sya’ban. Umumnya, tradisi ruwahan mulai dilaksanakan sejak tanggal 15 bulan ruwah.

Masyarakat Jawa mengisi acara ruwahan dengan membersihkan makam para leluhur berupa kakek dan nenek dengan menabur bunga, atau nyekar ke pusara leluhur sebagai wujud keindahan sekaligus tanda penghormatan. Masyarakat juga berdoa kepada Allah memohon ampun dosa-dosa para leluhurnya.

Selain mengunjungi makam para leluhur, tradisi ruwahan juga diisi dengan acara slametan berupa membuat makanan seperti ketan, apem, ataupun kolak. Aneka jenis makanan lezat tersebut disajikan dan dibagikan baik kepada kerabat, keluarga, maupun tetangga sekitar. Tak hanya lezat, makanan-makanan tadi sarat akan makna dan filosofi yang mendalam.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, salah satu makanan yang disajukan adalah kue apem. Kue apem memiliki tekstur lengket, yang kemudian sebagai simbol tali silahturahmi yang erat antar masyarakat. Kue ketan yang juga dihadirkan dalam tradisi ruwahan merupakan lambang saling memaafkan antar sesama atas segala kesalahan.

Kegiatan membagikan makanan-makanan tersebut juga memiliki makna tersendiri berupa bentuk sedekah. Sementara itu, membersihkan pusara leluhur merupakan bentuk perhatian bahwa anggota keluarga yang sudah meninggal tidak dilupakan.

NAOMY A. NUGRAHENI 

Baca: Makna Menu Kue Apem, Ketan dan Kolak dalam Tradisi Ruwahan

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.