Bagaimana Peringatan 1 Muharam Menjadi Perayaan Malam 1 Suro di Tradisi Jawa?

Reporter

Warga lereng Merapi mengikuti kirab tradisi Sedekah Gunung Merapi 1 Suro, di Desa Lencoh, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, 13 Oktober 2015, malam. Tradisi turun temurun yang dilakukan setiap pada Tahun Baru Jawa 1 Suro tersebut bertujuan untuk memohon keselamatan, pertolongan dan perlindungan kepada Tuhan dari segala mara bahaya bencana. ANTARA FOTO
Warga lereng Merapi mengikuti kirab tradisi Sedekah Gunung Merapi 1 Suro, di Desa Lencoh, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, 13 Oktober 2015, malam. Tradisi turun temurun yang dilakukan setiap pada Tahun Baru Jawa 1 Suro tersebut bertujuan untuk memohon keselamatan, pertolongan dan perlindungan kepada Tuhan dari segala mara bahaya bencana. ANTARA FOTO

TEMPO.CO, Jakarta - Peringatan siji Suro atau malam 1 Suro punya tempat tersendiri dalam masyarakat Jawa, terlebih bila jatuh pada Jumat Legi.Terdapat beberapa tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa seperti, tapa bisu, membersihkan keris, kirab atau iring-iringan dan di Solo terdapat tradisi menyembelih kebo bule.   

Dalam kalender Jawa satu Suro biasanya diperingati setelah magrib pada hari sebelum tanggal satu. Hal ini karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan seperti kalender masehi yang berganti pada tengah malam.   

Pada awalnya, 1 Muharram, penyebutan satu Suro dalam Islam ini dikenalkan di Jawa untuk memperkenalkan penanggalan Islam di Jawa. Disebutkan dalam sub-situs kemdikbud.go.id, tahun 931 H atau 1443 tahun Jawa baru atau pada zaman pemerintahan kerajaan Demak, Sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara sistem kalender Hijriyah dengan sistem kalender Jawa.  

1940 tahun lalu, Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo menerbitkan kalender penanggalan jawa untuk pertama kalinya. Kalender yang dibuat oleh Raja Mataram tersebut mengacu pada penanggalan hijriah dengan patokan revolusi bulan terhadap bumi.   

Peringatan satu Suro di Jawa diawali dengan keinginan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang menginginkan persatuan masyarakat Pulau Jawa dan pasukannya dalam menggempur Batavia, dilansir dari petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id. Setiap hari Jumat legi, dilakukan laporan pemerintahan setempat sambil dilakukan pengajian oleh para penghulu kabupaten Saat itu sekaligus melakukan  ziarah kubur dan haul ke makam Ngampel dan Giri.   

Jumat legi pada masa itu berbarengan dengan Malam 1 Suro sehingga malam tersebut ikut di keramatkan. Bahkan dari tulisan di petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id, dianggap sial jika seseorang tidak memanfaatkan hari tersebut untuk mengaji, ziarah, dan haul.

TATA FERLIANA

Baca juga: Bagaimana Menentukan Malam 1 Suro Kalender Jawa, Bersamaan dengan 1 Muharram