Islam Secara Gamblang Halalkan Perdagangan dan Jual Beli, ini Adabnya

Reporter

Warga membeli kulit ketupat menjelang Idul Adha di Pasar Klender, Jakarta, Senin, 19 Juli 2021. Pedagang memprediksi penjualan di musim Idul Adha tahun ini mengalami penurunan penjualan hingga 50 persen. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Warga membeli kulit ketupat menjelang Idul Adha di Pasar Klender, Jakarta, Senin, 19 Juli 2021. Pedagang memprediksi penjualan di musim Idul Adha tahun ini mengalami penurunan penjualan hingga 50 persen. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakarta - Agama Islam mengatur seluruh lini kehidupan manusia. Bukan hanya hubungan kepada Allah, tapi juga antar manusia, termasuk seluruh makhluk hidup. Terkait kehidupan manusia, Islam secara gamblang menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli demi menyambung hidup.

Seperti firman Allah dalam Alquran surah An-Nisa ayat 29 yang artinya sebagai berikut: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."

Sementara itu, tetap ada aturan syariah dan etika slam menjalankan usaha niaga demi mencapai keberkahan dan ridho Allah.

Hal utama yang mesti diterapkan adalah jujur. Tidak berlaku curang saat berdagang, seperti mengurangi timbangan, menggelabui pembeli dengan janji dan sumpah palsu, harga promo yang justru memperburuk kualitas barang dagang.

Dalam Alquran, Allah berfirman yang artinya. ”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi ini dengan membuat kerusakan.” (Q.S AsySyu’araa(26): 181-183).

Perihal kejujuran, Allah mengulangnya beberapa kali dalam Al-Qur’an. Seperti surah Al Isra ayat 35 yang artinya, “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. ItuIah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S Al lsraa(17): 35).

Kemudian, memperhatikan kualitas barang dagang, paling utama adalah barang halal. Tidak cacat atau rusak, apalagi jika menimbulkan efek negatif yang merugikan pembeli. Sebab jika menjual barang cacat kualitas yang membahayakan pembeli justru hukum jual beli yang semula boleh menjadi haram.

Hal lainnya adalah menepati janji yang dilontarkan kepada pembeli. Misalnya; tepat waktu pengiriman, menyerahkan barang yang kualitasnya, kuantitasnya, warna, ukuran dan atau spesifikasinya harus sesuai dengan perjanjian semula, menjamin garansi dan lain sebagainya. Sedangkan janji yang harus ditepati seorang pembeli kepada pedagang adalah pembayaran dengan jumlah dan waktu yang tepat.

Terakhir, mengutamakan pelayanan yang baik bagi pembeli, tidak membeda-bedakannya. Kenyamanan pembeli juga bisa mendatangkan berkah. Selain itu, dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menganjurkan agar para pedagang selalu bermurah hati dalam berjual beli. Murah hati berarti, bersikap ramah tamah, sopan santun, murah senyum, suka mengalah, namun tetap penuh tanggungjawab kepada pembeli.

Berikut sabda Rasulullah SAW: “Allah berbelas kasih kepada orang yang murah hati ketika ia menjual, bila membeli dan atau ketika menuntut hak”. (HR. Bukhari). juga,  “Allah memberkahi penjualan yang mudah, pembelian yang mudah, pembayaran yang mudah dan penagihan yang mudah”. (HR. Aththahawi)

Pada intinya, jual beli adalah perdagangan dunia. Sebaiknya tidak membuat lengah manusia terhadap kewajiban syariat Islam. Para pedagang Muslim tidak boleh menyibukkan dirinya semata-mata untuk mencari keuntungan materi, lupa dengankeuntungan akhirat. Artinya jika datang kewajiban seorang muslim, harus segera ditunaikan. Seperti salat dan zakat misalnya.

RAUDATUL ADAWIYAH NASUTION

Baca: Mahathir Sebut Negara Muslim Tingkatkan Perdagangan