TEMPO.CO, Jakarta -Aturan PPKM Darurat yang diberlakukan mulai 3 Juli hingga 20 Juli 2021 mendatang melakukan banyak pembatasan, bahkan penutupan pada banyak aktivitas masyarakat. Salah satu yang dibatasi, bahkan ditutup adalah rumah ibadah. Masjid, misalnya tidak bisa lagi mengadakan salat berjemaah.
Lalu bagaimana hukumnya?
Ghoffar Ismail, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menjelaskan bahwa Islam menetapkan pengecualian dan keringanan terhadap ketentuan pokok atau disebut 'azimah. Keringanan atas ketentuan pokok yang berlaku disebut rukhsahah. Keringanan berlaku ketika 'azimah tidak dapat dilakukan karena jika dilakukan, justru akan mempersulit atau berakibat fatal pada diri orang yang melakukannya. Seperti pandemi COVID-19.
Allah SWT menetapkan hukum syara’ untuk manusia. Hukum syara' adalah firman Tuhan terkait dengan perbuatan-perbuatan para muslim yang baik, berupa tuntutan, pemberian pilihan, atau penetapan sesuatu sebagai pengatur hukum. Pada kenyataannya, tidak semua hukum syara’ dapat dilakukan dalam berbagai kondisi.
“Dalam kondisi hujan lebat, seorang muslim diberikan keringanan untuk tidak pergi salat berjamaah di masjid,” terangnya. Ia mengungkapkan bahwa keadaan COVID-19 yang dapat mengancam nyawa dapat diibaratkan sama. Salat di rumah menjadi pilihan yang utama di tengah-tengah keadaan yang mengancam. Meskipun ibadah dilakukan di rumah, hal tersebut tidak mengurangi kadar pahala orang yang mengerjakan.
Ghoffar mengungkapkan bahwa keringanan atau pengecualian yang dilakukan manusia di tengah suatu keadaan tertentu akan diganjar pahala. “Makan babi dalam keadaan terdesak mungkin tidak menghasilkan pahala, tapi inisiatif untuk bertahan hidup yang akan mendatangkannya,” ungkapnya.
Agama Islam memerintahkan umatnya untuk hifz al-nafs, yaitu melakukan pemeliharaan jiwa atau mencegah hal-hal buruk menimpa dirinya. Meskipun ibadah tidak berpusat lagi di masjid, Ghoffar tetap menekankan bahwa ibadah harus tetap dilakukan di rumah masing-masing.
Ia berkata bahwa di pandemi COVID-19, dan dengan adanya aturan PPKM darurat di Jawa Bali, keringanan yang dilakukan yaitu berupa takhfif ibdal. Takhfif ibdal bermakna penggantian kewajiban. Hal ini dapat diibaratkan seperti mengganti wudhu dengan tayamum.
DINA OKTAFERIA
Baca juga: Jalan Diblokir di PPKM Darurat Pakai Panser, Warga: Aturan yang Benar Gimana?