Kolom Ramadan: Merayakan Lebaran

Ilustrasi lebaran. MANAN VATSYAYANA/Getty Images
Ilustrasi lebaran. MANAN VATSYAYANA/Getty Images

Saling Memaafkan

Yang paling utama sebenarnya, seluruh amal ibadah kita terutama selama bulan Ramadhan, diterima Allah Swt. Bahkan kita juga diajarkan agar mendoakan sesama. TaqabbalalLhu minna wa minkum, semoga Allah Swt menerima amalan kami dan anda semua.

Kalimat itulah yang disunnahkan untuk saling kita ucapkan seusai shalat idulfitri dilaksanakan. Bahwa dengan diterimanya amal kita, niscaya Allah Swt akan mengampuni dosa-dosa kita semua. Ampunan Tuhan adalah kenikmatan, sebagai anugerah, demikian besar kasih sayang yang dilimpahkan kepada hamba-Nya. Jika dengan rahmat-Nya, Tuhan telah memberikan ampunan atau memafkan dari tuntutan akhirat, apa lagi yang masih diperlukan?

"Ya Allah, aku tidak memohon 'terimalah seluruh ibadahku'. Namun permintaanku hanyalah 'ampuni seluruh dosa-dosaku'." Demikian salah satu syair yang dilantunkan Syekh Muhammad Zakaria al-Kandahlawi (w.1982 M), ulama Sunni madzhab Hanafi dari India.

Dengan ampunan itu dipahami bahwa kita akan kembali kepada fitrah. Yaitu "kesucian" sebagai manusia sebagaimana "asal kejadian" saat penciptaan. Harapan inilah yang terungkap dalam makna "minal ãidin walfizin" yang selalu kita ucapkan saat Idulfitri tiba. Bahkan ini telah menjadi ucapan resmi yang diiringi juga dengan permohonan maaf lahir dan batin.

Prof. Dr. Quraish Shihab, dalam Lentera Al-Quran (2008), menjelaskan bahwa tidak ada rujukan langsung dari al-Quran berkaitan dengan kata ãidin. Bahkan bentuk kata itupun tidak bisa ditemukan di sana. Adapun al-fizin terambil dari kata fawz yang berarti keberuntungan. Sebanyak 29 kali al-Quran menyebutkan itu dalam berbagai bentuknya.

"Al-Quran hanya sekali menggunakan bentuk afuzu (arti: saya betuntung), itupun untuk menggambarkan ucapan orang-orang munafik yang memahami 'keberuntungan' sebagai keberuntungan yang bersifat material (Qs.4:73). Selain itu, keberuntungan yang dimaksud, seluruhnya mengandung makna 'pengampunan dan keridhaan Tuhan serta kebahagiaan surgawi'." Demikian kurang lebih penjelasan ahli Tafsir tersebut.

Di situ dapat dipahami bahwa ampunan dimaksud berkaitan dengan dosa vertikal, antara kita sebagai hamba dengan Tuhan Yang Maha Segalanya. Lalu, bagaimana halnya dengan dosa kepada sesama, apalagi menyangkut dosa sosial kita?

Dalam konteks itulah, Idulfitri sejatinya menyediakan "ruang" untuk kita saling memaafkan. Lebaran menjadi tradisi yang penting agar kita menumbuhkan kesadaran untuk berlapang dada, membuka pintu "permaafan" bagi sesama.

Berlapang dada dan saling memaafkan memang disyariatkan Tuhan: "Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Qs.24:22).

Jika Tuhan mensyaratkan itu untuk memberikan ampunan, maka berlapang dada dan saling memaafkan itulah yang menjadi fondasi utama mewujudkan kebahagiaan. Tak lain, menciptakan relasi sosial dan tata kehidupan kita yang lebih berbudaya. Menghargai setiap perbedaan, merawat kebhinnekaan dengan toleransi yang tinggi, serta jauh dari sikap saling menyalahkan. Apapun alasannya!

Kalisuren, 6 Mei 2021

Idham Cholid

Ketua Umum Jayanusa; Pembina Gerakan Towel Indonesia; Pembina Komunitas Pedagang Kecil dan Pelaku UMKM Kabupaten Wonosobo