Beduk Raksasa di Masjid Agung Purworejo Nyaris Berusia 2 Abad

Reporter

Masjid Agung Purworejo. kemendikbud.go.id
Masjid Agung Purworejo. kemendikbud.go.id

TEMPO.CO, JakartaMasjid Agung Purworejo atau yang sering disebut Masjid Jami’ Darul Mutaqqin sudah dibangun pada era Bupati Purworejo, Raden Ngabehi Resodiwiryo sekitar tahun 1834. Masjid ini juga menjadi sejarah kehidupan masyarakat Purwerejo.

Sebelum menjadi Kota Purworejo, daerah ini disebut dengan Bagelan yang termasuk dalam wilayah Nagara Agung Kasunanan Surakarta. Usai Perang Diponegoro, Raden Ngabehi Resodiwiryo diangkat menjadi Bupati di Kadipaten Bagelan Timur.

Resodiwiryo yang dijuluki R. Adipati Tjokronegoro I dalam menjalankan pemerintahannya banyak melakukan pembangunan seperti, saluran irigasi, bangunan kadipaten, dan Masjid Agung Kadipaten. Bukti pembangunan masjid ini dilakukan pada tahun 1834, terdapat pada prasasti yang terletak di atas pintu utama masjid.

Masjid Agung Purworejo terletak di Kampung Kauman, Desa Sindurjan, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo. Selain masih aktif digunakan untuk beribadah, masjid ini juga sering dikunjungi oleh peziarah dari berbagai kota di Indonesia.

Yang membuat banyaknya peziarah yang berkunjung ke masjid ini dikarenakan beberapa bangunan penting seperti, kediaman Bupati, Kantor Pemerintah Kabupaten Purworejo, Gereja GPIB, serta penjara dan bangunan tangsi militer yang sekarang berfungsi sebagai markas infanteri 412.

Selain itu, yang menarik dari masjid ini yaitu terdapat beduk raksasa dengan ukuran garis tengah bagian depan 194 cm, garis tengah bagian belakang 180 cm, panjang 292 cm dengan keliling bagian depan 601 cm dan bagian belakang 564 cm.

Beduk ini juga dibangun dimasa pemerintahan Tjokronegoro I. dalam pembuatannya, beduk ini menggunakan bonggol pohon jati. Sedangkan batangnya digunakan untuk tiang masjid dan ranting-rantingnya untuk atap masjid.

Setelah pembuatan bedug ini selesai, beduk diangkat dan dibawa dari Desa Pendowo menuju Masjid Agung Darul Muttaqin. Dalam pengangkutan beduk raksasa ini, Tjokronegoro I memerintahkan Kiai Irsyad, seorang ulama Dusun Solotiyang, Desa Maron, Kecamatan Loano. 

Beduk raksasa di Masjid Agung Purworejo ini diberi nama Beduk Kyai Bagelan atau sering juga disebut Beduk Pandawa. Beduk ini fungsinya sebagai penanda masuk waktu salat 5 waktu dan juga untuk memperingati hari besar umat Muslim, seperti Hari Raya Idul Fitri salah satunya. Tidak hanya itu, Beduk ini juga dibunyikan saat kemerdekaan Indonesia.

GERIN RIO PRANATA

Baca: Bedug Peninggalan Adipati Cokronagoro I di Purworejo