Ketua PWNU Jawa Timur Sebut Prajurit KRI Nanggala Sebagai Syuhada

Kapal selam KRI Nanggala yang hilang kontak sejak Rabu, 21 April 2021 berhasil ditemukan dalam kondisi terbelah pada kedalaman 800 meter. Sebanyak 53 orang meninggal dalam insiden tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Kapal selam KRI Nanggala yang hilang kontak sejak Rabu, 21 April 2021 berhasil ditemukan dalam kondisi terbelah pada kedalaman 800 meter. Sebanyak 53 orang meninggal dalam insiden tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

TEMPO.COM, Malang - Ketua Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur Kiai Haji Marzuki Mustamar menyebut 53 prajurit KRI Nanggala-402 sebagai syuhada alias orang yang mati syahid. 

Kata syuhada dalam bahasa Arab berarti pejuang yang tulus. Semua prajurit Nanggala-402 dianggap tulus menjalankan tugas menjaga kedaulatan negara di perairan utara Pulau Bali. 

“Ada beberapa hadisnya. Menurut hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, mereka itu syuhada. Kita doakan supaya keluarga mereka diberi kekuatan iman, keikhlasan, kesabaran, dan kelapangan hati dalam menerima musibah,” kata Kiai Marzuki seusai menghadiri acara kerja Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur, Senin siang, 26 April 2021. 

Acara dialog yang diadakan di Balai Kota Among Tani Kota Batu itu dihadiri Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko, Wali Kota Malang Sutiaji, dan Bupati Malang Muhammad Sanusi, serta unsur pejabat forum komunikasi pimpinan daerah dan beberapa pengusaha. 

Menurut Marzuki, dengan mengutip hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, seseorang bisa jadi syuhada jika meninggal saat membela negara maupun di jalan Allah, meninggal karena wabah penyakit, mati tenggelam. Lalu karena penyakit perut, mati terbakar, mati tertimpa bangunan atau tembok, serta perempuan yang meninggal saat melahirkan (nifas). 

“Cukup banyak hadis tentang syahid. Selain Bukhari, ada hadis yang diriwayatkan Imam Abu Dawud. Misalnya, orang yang terbunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia mati syahid. Siapa saja yang terbunuh karena membela keluarga, nyawa, atau agamanya, maka ia pun mati syahid,” ujar Marzuki.

Namun, Marzuki menukas, syahid dalam Islam ada dua arti, yaitu syahid dunia akhirat. Syahid ini berlaku bagi orang yang meninggal di medan perang. Mayatnya tak perlu dimandikan dan dikafani, tapi langsung dikubur. 

“Sedangkan untuk para prajurit kapal selam itu (KRI Nanggala) karena mereka tidak mati di medan perang tapi tetap sedang membela negara. Jika jenazahnya ditemukan, maka tetap dimandikan, dikafani, disalatkan, dan dikubur. Hukum akhiratnya bagi yang mati syahid adalah sama-sama tidak dihisab (dimintai pertanggungjawaban) kecuali ngemplang hutang,” ujar Marzuki.

Baca juga: 

ABDI PURMONO