Pentingnya Tabayyun Masa Kini, Tak Terkecoh Berita Bohong

Reporter

Ilustrasi silaturahmi Idul Fitri di tengah pandemi virus Corona. Shutterstock
Ilustrasi silaturahmi Idul Fitri di tengah pandemi virus Corona. Shutterstock

TEMPO.CO, Jakarta - Asal kata tabayyun diambil dari kata kerja lampau  atau fi’il madhi yaitu “tabayyana” yang artinya jelas. Sedangkan tabayyun merupakan bentuk masdar dari tabayyana tersebut.  Secara bahasa, tabayyun berarti mencari fakta tentang sesuatu hingga jelas dan benar keadaannya.

Sedangkan secara istilah makna tabayyun adalah meneliti dan menyeleksi berita maupun informasi yang diperoleh, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan perihal hukum, kebijakan dan sebagainya. Tabayyun harus diterapkan di masa yang serba online, supaya tidak terkecoh berita bohong.

Demi kehati-hatian tersebut, Allah dengan tegas memerintahkan bertabayyun dalam firmannya yang berbunyi:

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang padamu, orang fasiq membawa kabar berita maka bertabayyunlah (periksalah dengan teliti!) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS. al-Hujurat:6)

Di ayat yang lain di dalam surat yang sama Allah melanjutkan pesannya sebagai berikut,

Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat dan Maha Penyayang” (QS. al-Hujurat:12).

Membiasakan diri bersikap tabayyun bisa dimulai dengan melakukan riset fakta terkait informasi yang diterima. Seperti membaca sumber berita terpercaya, minimal lebih dari satu sumber. Justru dalam Islam dikenal beberapa jenis atau model riset menurut para ilmuwan muslim. Seperti Al-Farabi, Al-Khawarizmi, Ibnu khaldun, dan Imam Ghazali.

Menurut Ibnu Khaldun ada 5 model riset Islam. Pertama, riset bayani, yakni jenis penelitian untuk mengenal gejala dan proses alam beserta makhluk hidup di dalamnya. Selanjutnya riset istiqra'i, penelitian untuk mengkaji informasi kebudayaan dan kehidupan sosial manusia. Saat ini riset istiqra’i banyak digunakan dalam cabang ilmu sosial.

Selanjutnya jenis riset jadali, tujuannya untuk mencari kebenaran yang didasarkan pada pola berpikir rasional atau rasionale exercise, biasa dipakai untuk kajian filsafat dan cabang ilmu mantiq.

Jenis riset keempat adalah riset burhani, jenis penelitian fokus pada kegiatan eksperimen maupun percobaan ilmiah seperti temuan obat dan teknologi. Terakhir, riset irfani, jenis kajian untuk mempelajari ajaran Islam. Biasanya dipakai dalam mengkaji cabang ilmu tasawuf.

Bahkan, sejak zaman Rasullullah SAW, umat muslim selalu melakukan riset sebagai cara tabayyun. Merujuk pada isi Alquran misalnya, selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kelangsungan hidup manusia. Lebih lanjut  lagi, Alquran secara tersurat dan tersirat menekankan kepada muslim untuk membuat rencana hidup yang matang dalam melakukan apapun. Selalu mengedepankan berpikir sebelum bertindak, baik dalam skala besar maupun kecil dalam kehidupan.

RAUDATUL ADAWIYAH NASUTION

Baca: Berita Hoax, PBNU: Masyarakat Harus Tabayyun