Kolom Ramadan: Buat Apa Berlapar-lapar Puasa?

Ilustrasi berbuka puasa di masjid. NOAH SEELAM/AFP/Getty Images
Ilustrasi berbuka puasa di masjid. NOAH SEELAM/AFP/Getty Images

Pada 3-7 hari, tubuh mulai menggunakan lemak sebagai sumber energi. Tiadanya asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh, maka sistem pencernaan pun bisa beristirahat.

Pada 8-15 hari, tubuh sudah bisa melakukan detoksifikasi secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya penyembuhan secara alami. Pada tahap ini, tubuh sudah tidak merasa lemas lagi. Sebaliknya, akan lebih enerjik.

Pada 16-30 hari, tubuh sudah berhasil melakukan adaptasi dengan keadaan puasa. Pada tahap ini, konsentrasi dan daya ingat akan meningkat, emosi juga lebih stabil. Maka ketika proses detoksifikasi selesai, tubuh bisa bekerja lebih maksimal dalam mengganti jaringan yang rusak.

Olah Jiwa

Lapar, karena menahan makan dan minum, memang hanya soal fisik jasmaniah. Manfaat untuk kesehatan sudah tak diragukan. Hikmahnya juga luar biasa. Inilah yang menjadi bagian terpenting, justru berkaitan dengan aspek ruhaniah. Saya menyebutnya sebagai "olah jiwa." Bahwa dalam makna yang luas, amalan puasa tak lain untuk memperbaiki kondisi batin. Karena sejatinya laku hidup yang tampak (haliyah) merupakan pancaran dari keadaan batin yang tersembunyi (ahwal).

Dalam konteks itulah, puasa yang secara fiqh didefinisikan dengan menahan diri dari makan, minum, dan hubungan intim (seksual) itu, sejatinya menjadi kontrol atas dorongan hawa nafsu yang secara naluriah memang tak terelakkan.

Hawa nafsu, oleh Imam Ghazali, secara khusus disebut pula dengan syahwat. Dijelaskan, ada dua jenis yaitu syahwat seks dan syahwat perut. Tentu, yang terakhir ini juga tak sekadar soal makan dan minum, tapi lebih luas lagi adalah soal sikap dan perilaku konsumtif atau pemborosan, hanya untuk kesenangan dan kepentingan fisik belaka.

Bagaimana jadinya jika syahwat tak dikendalikan dengan tepat? Tentu, tak hanya kerusakan diri pribadi tapi juga tatanan kemasyarakatan. Di sinilah olah jiwa melalui puasa menemukan maknanya sebagai mekanisme pengendalian diri, tak lain agar dapat mencapai keseimbangan hidup, lahir dan batin.

Semoga puasa kita diterima Allah Swt, dapat membersihkan hati dan membentuk sikap batin, sehingga laku keseharian kita menjadi lebih santun dan berbudaya.

Kalisuren, 21 April 2021

Idham Cholid
Ketua Umum Jayanusa; Pembina Gerakan Towel Indonesia

BACA: Masjid Leicester Buka Klinik Malam Hari untuk Vaksinasi Selama Ramadan