Ramadan 2021: Pesantren Qomaruddin Gresik Miliki Beragam Naskah Tua Keislaman

Koleksi manuskrip atau naskah tua keislaman milik Pesantren Qomaruddin Gresik yang sedang diubah ke format digital. Foto: TEMPO | ABDI PURMONO
Koleksi manuskrip atau naskah tua keislaman milik Pesantren Qomaruddin Gresik yang sedang diubah ke format digital. Foto: TEMPO | ABDI PURMONO

TEMPO.CO, Malang - Pusat Studi Pesantren (PSP) Institut Agama Islam Qomaruddin melakukan digitalisasi manuskrip atau naskah tua keislaman. Selain untuk mengisi Ramadan, digitalisasi tersebut ditujukan untuk melestarikan manuskrip tua keislaman kepunyaan pondok pesantren yang berlokasi di Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu.

Peneliti di Balai Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Agama Semarang—Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang dan Diklat (Pendidikan dan Latihan) Kementerian Agama— Agus Iswanto mengatakan manuskrip koleksi Pondok Pesantren Qomaruddin secara umum menunjukkan keragaman aktivitas literasi keislaman di masa silam.

Para ulama menuliskan karya-karyanya dalam pelbagai bahasa, seperti Arab, Melayu, dan Jawa yang tercermin dalam beragam aksara seperti arab jawi atau arab pegon. Keragaman naskah juga tercermin dalam bahan manuskrip yang digunakan seperti menggunakan kulit hewan, kertas dluwang, dan kertas Eropa.

Dari sisi tema, Pondok Pesantren Qomaruddin juga menyimpan teks-teks utama yang umum ditemukan di pondok pesantren, yaitu risalah fikih, tauhid, tasawuf, dan gramatika bahasa Arab. Dari semua naskah, ditemukan naskah tertua bertarikh/berangka 1831. Banyak naskah tanpa judul.

“Fifty-fifty. Ada naskah yang berjudul dan ada naskah yang tidak berjudul. Menariknya, di sela-sela teks utama ada selipan catatan-catatan yang menunjukkan konteks yang penting. Jadi, ketika kertas terbatas, mereka selalu mencatat apa saja yang terjadi pada manuskrip atau kertas yang tersedia,” kata Agus yang merupakan anggota tim ahli DREAMSEA.

Namun, Agus melanjutkan, ia menemukan hal menarik di Pondok Pesantren Qomaruddin. Pertama, Kiai Qomaruddin sang pendiri ternyata seorang penyalin banyak naskah dan cukup banyak naskah karya sendiri.

Agus mencontohkan naskah karya Kiai Qomaruddin yang menjelaskan sikap dan pendapat Kiai Qomaruddin terkait rakaat salat tarawih. Dalam naskah disebutkan Kiai Qomaruddin tidak menyalahkan kaum muslim yang melaksanakan salat tarawih dengan 20 maupun 23 rakaat. Ini ditulis di abad ke-19.