5 Golongan ini Dapat Mengganti Puasa Ramadan dengan Membayar Fidyah

Reporter

Ilustrasi Ibu-ibu hamil melakukan senam. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Ilustrasi Ibu-ibu hamil melakukan senam. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Setiap bulan Ramadan, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa selama satu bulan. Menahan diri dari segala hawa nafsu, mulai dari masuk waktu imsak hingga berbuka puasa.

Namun, Allah SWT memberikan keringanan bagi mereka yang dengan terpaksa tidak dapat menjalankan ibadah puasa Ramadan. Mereka bisa menggantinya dengan berpuasa sejumlah puasa yang dilewatkan, atau bisa pula dengan membayar fidyah. Secara Bahasa, fidyah berarti tebusan. Sedangkan menurut istilah syariat, fidyah berarti denda yang wajib ditunaikan karena meninggalkan kewajiban atau melakukan larangan.

Lalu, golongan apa saja yang dapat mengganti puasanya dengan membayar fidyah? Dikutip dari NU Online, ada 5 syarat golongan yang dapat membayar fidyah sebagai pengganti puasa Ramadan.

  1. Orang Tua Renta

Orang tua yang sudah renta dan tidak sanggup lagi menjalankan puasa, tidak mendapat tuntutan untuk berpuasa. Misalnya jika ia berpuasa, maka akan menimbulkan kesusahan. Kewajiban berpuasanya diganti dengan membayar fidyah satu mud makanan. Satu mud atau sekitar 0,75 kg makanan ini untuk satu hari puasa yang ditinggalkan. Tinggal disesuaikan dengan berapa hari seseorang tua renta meninggalkan puasa.

  1. Ibu Hamil dan Menyusui

Ibu hamil atau yang tengah menyusui bayinya diperbolehkan meninggalkan puasa. Hal ini dibolehkan jika ia mengalami kesulitan berpuasa atau khawatir akan keselamatan anak ataupun janin yang sedang dikandungnya. Ia diwajibkan mengganti puasa yang ditinggalkan pada kemudian hari.

  • Jika khawatir akan keselamatan dirinya atau dirinya beserta janinnya, maka tidak ada kewajiban untuk membayar fidyah.
  • Jika khawatir akan keselamatan janinnya, maka ia wajib membayar fidyah (Syekh Ibnu Qasim al-Ghuzzi, Fath al-Qarib Hamisy Qut al-Habib al-Gharib, halaman 223).
  1. Orang Sakit Parah

Orang sakit parah yang tidak sanggup untuk berpuasa, bahkan tidak ada harapan untuk hidup, tidak dikenai tuntutan kewajiban puasa Ramadan. Ia wajib menggantinya dengan membayar fidyah. Batasan tidak mampu berpuasa bagi orang yang sedang sakit parah adalah mengalami kesulitan apabila berpuasa, seperti halnya dalam ketentuan bertayamum.

Orang dengan kategori ini hanya wajib mengganti puasa dengan membayar fidyah. Tidak ada kewajiban puasa padanya. Baik pada  bulan Ramadan, maupun di luar Ramadan.

  1. Orang Mati

Pembagian orang mati yang meninggalkan utang puasa dalam fiqih Syafi’I terbagi menjadi dua: 

  • Orang yang tidak wajib difidyahi

Artinya, orang yang meninggalkan puasa karena uzur dan tidak lagi punya kesempatan untuk mengqadha. Misal, sakitnya berlanjut hingga ia mati. Ahli waris tidak memiliki kewajiban puasa yang ditinggalkan olehnya, baik berupa fidyah atau mengganti puasa.

  • Orang yang wajib difidyahi

Artinya, orang yang meninggalkan puasa tanpa uzur atau karena uzur namun ia menemukan waktu yang memungkinkan untuk mengqadha puasa. Menurut qaul jadid yang merupakan pendapat lama Imam Syafi’i, Ahli waris atau walinya wajib mengeluarkan fidyah untuk mayit sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Biayanya diambilkan dari harta peninggalan mayit.

  1. Orang yang Mengakhirkan Qadha Ramadan

Orang yang menunda-nunda qadha puasa Ramadan sampai datang Ramadan berikutnya, mendapat dosa jika ia memungkinkan untuk segera mengqadha. Ia wajib membayar fidyah satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Fidyah wajib dbayarkan sebagai ganjaran atas keterlambatan mengqadha puasa Ramadan. 

Lain halnya dengan orang yang tidak memungkinkan mengqadha, semisal uzur sakit atau perjalanannya berlanjut hingga memasuki Ramadan berikutnya. Ia tidak dikenakan kewajiban membayar fidyah, melainkan hanya diwajibkan mengqadha puasa.  

ANNISA FEBIOLA 

Baca: Puasa Diganti Fidyah Karena Covid-19, Gus Miftah: Bikin Kacau