Tradisi Bakar Batu Sambut Ramadan di Lembah Baliem Ditiadakan

Reporter

Arsip Foto. Warga Muslim Papua menggelar acara bakar batu bersama menjelang bulan Ramadhan di Kampung Meteor, Kelurahan Angkasa, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua. Tradisi serupa yang biasanya juga dilakukan warga Muslim di Lembah Baliem saat ini tidak dilaksanakan karena sedang ada wabah COVID-19. (ANTARA FOTO/Alfian Rumagit)
Arsip Foto. Warga Muslim Papua menggelar acara bakar batu bersama menjelang bulan Ramadhan di Kampung Meteor, Kelurahan Angkasa, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua. Tradisi serupa yang biasanya juga dilakukan warga Muslim di Lembah Baliem saat ini tidak dilaksanakan karena sedang ada wabah COVID-19. (ANTARA FOTO/Alfian Rumagit)

TEMPO.CO, Papua - Warga muslim yang ada di Kampung Walesi dan Kampung Tulima di Distrik Walesi, Kabupaten Jayawijaya, Papua tak menyelenggarakan tradisi bakar batu untuk menyambut bulan Ramadan 1441 Hijriah.

Sebab, pemerintah tidak memperkenankan kegiatan yang melibatkan banyak orang dalam upaya mengendalikan penularan COVID-19.

Saat tidak ada wabah seperti sekarang, warga Muslim biasanya menggelar acara bakar batu bersama umat Kristen dan Katolik di halaman Masjid Al Aqsha di Kampung Walesi.

"Tradisi bakar batu ini juga sekaligus sebagai bentuk ucapan syukur bulan Ramadan telah tiba, sebagai bentuk silaturahmi dan saling meminta maaf dengan seluruh kerabat, baik itu kerabat Muslim maupun kerabat Kristen," kata Tahuluk Asso, pemuka agama Islam di Kampung Walesi, Jumat, 24 April 2020.

Warga Muslim yang tinggal di Lembah Baliem menyesuaikan tradisi dengan ajaran Islam dalam menggelar bakar batu. Babi yang biasanya digunakan dalam tradisi bakar batu di pegunungan tengah Papua diganti dengan ayam yang sudah disembelih sesuai dengan ajaran agama Islam.

Dalam acara itu, para lelaki bertugas menyusun batu di atas tumpukan kayu kering serta dedaunan dan rumput kering yang kemudian akan dibakar.

Tidak jauh dari tempat batu dibakar, sudah disiapkan lubang di tanah. Batu yang sudah dibakar selanjutnya ditata di lubang itu. Bahan makanan seperti sayuran, keladi, ubi jalar, singkong, pisang, dan ayam lantas ditaruh di atasnya. Setelah itu, batu-batu panas akan diletakkan di atas tumpukan makanan.

Setelah sekitar tiga jam, ayam, ubi jalar, singkong, serta sayuran yang diletakkan di antara batu panas itu bisa diangkat dan disantap bersama.

"Suku Dani di Kampung Tulima dan Kampung Walesi akan tetap menjaga dan memelihara tradisi bakar batu warisan nenek moyang, walaupun begitu tetap menjaga akidah Islam," kata Abu Hanifah Asso, anak Kepala Suku Tahuluk Asso.