Mudik 2019, Ruas Tol Cisumdawu Disiapkan Jadi Jalur Alternatif

Foto udara terowongan kembar pada proyek pembangunan Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu, 8 Mei 2019. ANTARA/Puspa Perwitasari
Foto udara terowongan kembar pada proyek pembangunan Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu, 8 Mei 2019. ANTARA/Puspa Perwitasari

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat Hery Antasari mengatakan, sebagian ruas jalan tol Cisumdawu di seksi 2 di sepanjang 5,5 kilometer disiapkan menjadi jalur alternatif mudik 2019 untuk mengantisipasi kemacetan di jalur Cadas Pangeran, Sumedang.

Baca juga: Puncak Mudik 2019 di Tol Cikampek Diprediksi H-5 Lebaran

“Untuk operasional apakah akan digunakan atau tidak itu (tergantung keputusan) Kakorlantas sebagai komandan tertinggi, sebagai jalur alternatif bukan sebagai pengurai,” kata dia di Bandung, Senin, 27 Mei 2019.

Ruas tol Cisumdawu tersebut berada di antara Rancakalong-Sumedang. Di dalam trase tersebut terdapat terowongan sepanjang 471 meter. “Kami kemarin berkomunikasi dengan Satker, prinsipnya siap untuk digunakan, khususnya satu jalur untuk ke arah mudik, ke arah timur, dan ini terbatas untuk 5,5 kilometer dari ruas Seksi 2 Fase 2. Karena Fase 1 tidak bisa digunakan karena tidak ada outletnya,” kata Hery.

Hery mengatakan, penggunaan jalan tol Cisumdawu trase Seksi 2 Fase 2 pada mudik Lebaran ini bergantung pada keputusan pihak kepolisian. “Ini adalah alternatif, pilihan apabila pihak kepolisian memutuskan akan menggunakan ini karena ada beberapa catatan yang perlu dicermati khususnya terkait dengan kelengkapannya yang belum 100 persen siap digunakan, hanya siap fungsi saja,” kata dia.

Hery mengatakan, salah satu catatannya adalah pintu masuk jalan tol itu yang berada di Rancakalong harus melalui jalan provinsi yang relatif dimensinya tidak terlalu lebar. “Sehingga potensi botle-neck menjadi perhatian kami. Kami akan menambah jumlah personil untuk membantu kepolisian apabila diperlukan nantinya,” kata dia.

Selain itu terowongan sepanjang 471 meter di jalur tersebut harus mendapat perhatian. “Teramsuk apabila ada antrian di terowongan mendekati outlet. Ini apabila terjadi antrian dan macet tentu akan menjadi masalah tersendiri,” kata Hery.

Hery mengatakan, rekayasa lalu-lintas lainnya adalah usulan untuk memberlakukan jalur lingkar Nagreg yang biasanya dilewati satu jalur menjadi dua jalur saat mudik Lebaran nanti. “Rencana dua arah itu adalah opsi yang disodorkan Kementerian Perhubungan dari hasil survei dan review,” kata dia.

Hery mengatakan, penggunaan opsi itu bergantung pihak kepolisian. “Dalam pelaksanaannya tergantung pada keputusan dari kepolisian yang akan menjadi komandan pengaturan di lapangan,” kata dia.

Di Jawa Barat sendiri ada puluhan titik lokasi rawan bencana dan rawan kemacetan. “Rawan bencana kita tidak bisa prediksi jumlahnya karena ini berupa wilayah, bukan titik. Rawan bencana ini ada di wilayah tengah Jawa Barat dari barat sampai timur, dan selatan. Sekarang masih di ekornya musim penghujan,” kata Hery.

Hery mengatakan, untuk titik rawan macet terkonsentrasi di jalur utara dan tengah. “Jalur utara itu pantura, jalur tengah itu dari Puncak, Bandung, Tasikmalaya, sampai Banjar. Kemacetan itu terkonsentrasi di sana,” kata dia.

Salah satu penyebab titik kemacetan itu adalah lokasi pasar tumpah, jalur penyeberangan, atau beroperasinya angkutan non kendaraan bermotor. Di jalur pantura misalnya sedikitnya ada 21 titik lokasi pasar tumpah dari Karawang sampai Cirebon. Sementara di jalur tengah pasar tumpah berada di ruas Leles, Kadungora, Limbangan , Malangbong. “Itu menjadi titik perhatian karena rawan kemacetan,” kata Hery.

Baca berita Mudik 2019 lainnya di Tempo.co