Kirab Lentera Keraton Kasunanan Surakarta Menyambut Lailatul Qadar

Abdi dalem dan kerabat Keraton Surakarta Hadiningrat membawa lentera saat mengikuti Kirab Malam Selikuran untuk menyambut Lailatul Qadar, di Solo, Jawa Tengah, Sabtu malam, 25 Mei 2019. Lailatul Qadar adalah satu malam penting yang jatuh pada 10 hari terakhir bulan Ramdan, yang dalam Alquran digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. ANTARA/Mohammad Ayudha
Abdi dalem dan kerabat Keraton Surakarta Hadiningrat membawa lentera saat mengikuti Kirab Malam Selikuran untuk menyambut Lailatul Qadar, di Solo, Jawa Tengah, Sabtu malam, 25 Mei 2019. Lailatul Qadar adalah satu malam penting yang jatuh pada 10 hari terakhir bulan Ramdan, yang dalam Alquran digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. ANTARA/Mohammad Ayudha

TEMPO.CO, Solo - Keraton Kasunanan Surakarta sebagai peninggalan dinasti Mataram Islam memiliki tradisi tersendiri untuk menyambut malam Lailatul Qadar. Mereka selalu menggelar acara di malam ke-21 Ramadan yang biasa disebut sebagai Malam Selikuran. Penyambutan dilakukan dengan menggelar kirab dari dalam keraton menuju kompleks Masjid Agung.

Baca juga: Selo Buto, Ketika Warga Tidore Menyambut Lailatul Qadar

Pada Ramadan tahun ini, Kirab Malem Selikuran digelar pada Sabtu malam 25 Mei 2019. Mereka memulai kirabnya dari Bangsal Smarakatha yang berada di dalam kompleks keraton. Kirab itu diikuti oleh lebih dari 100 orang abdi dalem.

Barisan pasukan keraton Prawiratama dan prawiramadya berada di posisi terdepan dengan membawa peralatan musik semacam drum band. Dibelakangnya terdapat barisan santiswaran yang melantunkan sholawatan. Mereka berjalan pelan menuju pelataran Masjid Agung yang hanya berjarak sekitar setengah kilometer.

Sedangkan di barisan paling belakang terdapat abdi dalem yang memanggul peti kayu atau ancak cantaka. Di dalamnya berisi seribu nasi bungkus. Mereka membawanya diiringi oleh abdi dalem yang membawa lentera dan lampion berwarna warni.

Sesampainya di Masjid Agung, mereka disambut oleh para ulama keraton dan masyarakat yang duduk dengan rapi di serambi depan masjid usai menjalankan tarawih. Usai membaca doa sejenak, para abdi dalem membuka kotak ancak cantaka dan membagikan nasi bungkus kepada masyarakat.

Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta, KGPH Dipokusumo mengatakan tradisi itu sudah berlangsung turun temurun. "Pembagian nasi bungkus ini sebagai penggambaran berkah di Malam Lailatul Qadar," katanya.

Sedangkan lentera dan lampion merupakan penggambaran penyambutan para shahabat kepada Rasulullah yang pulang dari Jabal Nur dengan membawa wahyu Lailatul Qadar. Para shahabat pada saat itu menyambut dengan membawa lentera.

Pada masa Paku Buwana IV hingga Paku Buwana IX, iringan kirab Malem Selikuran mengambil rute dari keraton menuju Masjid Agung. Kemudian Paku Buwana X memperpanjang rute dari keraton menuju Sriwedari. Saat itu Sriwedari merupakan taman yang lebih dikenal dengan sebutan Bonraja. "Saat ini dikembalikan lagi ke Masjid Agung," kata Dipokusumo.

Bagi masyarakat Muslim, malam Lailatul Qadar merupakan saat yang paling ditunggu pada saat Ramadan. Dalam ajaran Islam, beribadah di malam itu memiliki keutamaan seperti halnya beribadah selama seribu bulan.