TEMPO.CO, Bandung - Warga Palestina punya tradisi spesial untuk menyambut dengan suka cita Ramadan. Salah satu tradisi mereka menyambut Ramadan juga Idul Fitri adalah membuat kue qatayef. Mereka juga beranjangsana ke keluarga seperti saat Hari Raya Idul Fitri di Indonesia.
Baca juga: Masjid Babul Firdaus, Tempat Para Raja Bikin Taktik Lawan Belanda
Imam Besar Masjid Al-Furgan di Jalur Gaza, Palestina, Syaikh Mohammad A.R. Kullab kepada Tempo mengatakan, kue qatayef atau pancake Arab biasa mereka buat sendiri sebagai hidangan bulan puasa. Kue itu berbentuk bulat dari adonan tepung dengan topping kismis juga kelapa.
Lapisan kue itu lalu ditutup dengan kue lain lalu digoreng atau dipanggang. Kue qatayef semakin manis setelah kue disiram madu atau air gula. Sementara minumannya ada yang khas pula. “Namanya Tamar Hindi dan kembang kering yang dijadikan semacam teh,” kata Syaikh lewat bantuan penerjemah, Sabtu, 19 Mei 2019.
Syaikh datang ke Bandung atas undangan Dewan Dakwah Jawa Barat pekan lalu. Berkeliling ke selusin masjid, ia diminta mengajarkan imam masjid khususnya dalam membaca surat Al Fatihah yang benar. Akhir pekan lalu ia singgah di Masjid Raya Bale Aweuhan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat sekaligus menjadi imam salat wajib dan tarawih serta berceramah.
Usai salat malam itu Tempo berbincang dengannya soal kehidupan warga Palestina khususnya di Jalur Gaza selama ramadan. Syaikh menolak bahasan konflik dan politik terkini di negaranya karena bisa berdampak pada aksesnya ke luar negeri.
Selama Ramadan, gairah warga juga terlihat di pasar. Walau ekonomi masih sulit, pasar tetap ramai. Kalaupun barang jualan ada yang tidak laku, kata Syaikh, pedagangnya tetap senang. “Karena sudah jadi tradisi mereka, semua orang tersenyum saling silaturahim.”
Di antara tradisi warga Palestina juga mempercantik rumah serta menghias jalanan dan masjid selama Ramadan. Menurut Syaikh, Ramadan merupakan bulan yang mulia bagi umat muslim termasuk di Palestina. “Kami menyambutnya dengan suka cita,” ujarnya.
Masalah lain soal harga bahan pokok yang biasanya akan naik, sementara gaji pegawai di Jalur Gaza masih belum memadai. Perekonomian warga masih sulit. “Walau hidup serba pas-pasan, ini tidak mempengaruhi warga bersuka cita menyambut ramadan, masjid-masjid tetap penuh,” ujar ulama berkulit putih itu.
Alasan yang membuat warga Palestina bahagia selama Ramadan yaitu karena puasa termasuk rukun Islam, dan silaturahim umat Islam terjalin dari salat berjamaah sehingga menimbulkan ikatan sesama muslim. “Pada bulan-bulan sebelum Ramadan, kita bertemu tetangga kesempatannya pada bulan Ramadan seperti saat tarawih, salat malam,” kata dia..
Biasanya menurut Syaikh, warga sibuk bekerja sehingga jarang ke masjid, pun yang rumahnya jauh dari masjid. Ketika Ramadan ada kesempatan untuk libur. Sehingga warga bisa banyak memperbanyak ibadah di masjid.