Gembira Campur Cemas Berpuasa di Jalur Gaza Palestina

Umat Muslim Palestina melaksanakan Ibadah Salat Jumat Pertama di Bulan Ramadan di Kota Tua Yerussalem di Palestina, 10 Mei 2019. REUTERS/Ammar Awad
Umat Muslim Palestina melaksanakan Ibadah Salat Jumat Pertama di Bulan Ramadan di Kota Tua Yerussalem di Palestina, 10 Mei 2019. REUTERS/Ammar Awad

TEMPO.CO, Jakarta - Kaum muslim Palestina termasuk di Jalur Gaza selalu menyambut Ramadan dengan suka cita. Di sisi lain selama belasan tahun, mereka juga selalu dirundung cemas oleh situasi politik dan serangan perang.

Baca juga: Palestina Menolak Konferensi Inisiatif Amerika di Bahrain

“Di Jalur Gaza sekarang ini masih konflik,” kata Imam Besar Masjid Al-Furgan di Jalur Gaza, Palestina, Syaikh Mohammad A.R. Kullab kepada Tempo akhir pekan lalu di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.

Soal konflik terbaru, ulama itu enggan menceritakannya. Didampingi penerjemah, ia beralasan demi alasan keamanan. “Efeknya bisa akan susah masuk dan keluar Jalur Gaza,” katanya.

Dewan Dakwah Jawa Barat mengundangnya datang pekan lalu untuk memberi pelatihan membaca surat Al Fatihah khususnya bagi para imam masjid di selusin lokasi. Salah satunya di Masjid Raya Universitas Padjadjaran Bale Aweuhan di Jatinangor, Sumedang. Kedatangannya sekaligus dibarengi pengumpulan dana bagi warga Jalur Gaza, Palestina.

Menurut Syaikh, suasana konflik warga Jalur Gaza dengan Israel ikut mempengaruhi warga beribadah selama bulan ramadan. “Mereka dihantui rasa ketakutan, tarawih ketika perang salatnya dipendekkan dan sebaliknya,” ujar dia. Pemendekan waktu salat itu agar jamaah salat berkesempatan menyelamatkan keluarga dan anak-anak ketika terjadi serangan.

Kalaupun tidak ada perang, kata Syaikh, keseharian hidup mereka dihantui ketakutan karena wilayahnya diblokade Israel. Masalah yang jadi perhatian mereka juga selama bulan puasa yaitu soal infrastruktur penunjang hidup keseharian. “Ini listrik berapa jam akan menyala per hari,” kata dia.

Biasanya di Palestina listrik hanya mengalir sekitar 2-4 jam per hari. Adapun air hanya 10 persen yang layak minum. Karena masalah itu pula banyak rumah sakit yang terpaksa tutup karena peralatan medis sulit beroperasi. “Khususnya di Jalur Gaza yang telah terblokade selama 12 tahun.”