BPOM Temukan Takjil Mengandung Zat Berbahaya Formalin dan Boraks

Petugas BPOM menunjukkan kerupuk asinan yang mengandung rhodamin B saat memeriksa takjil yang dijajakan di Pasar Benhil, Jakarta, Rabu, 8 Mei 2019. TEMPO/Amston Probel
Petugas BPOM menunjukkan kerupuk asinan yang mengandung rhodamin B saat memeriksa takjil yang dijajakan di Pasar Benhil, Jakarta, Rabu, 8 Mei 2019. TEMPO/Amston Probel

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito menyampaikan zat berbahaya yang terbanyak ditemukan pada makanan buka puasa (takjil) adalah formalin. Hasil temuan BPOM itu berasal dari berbagai kota di Indonesia hingga pertengahan Ramadan tahun ini.

Baca: Menikmati Takjil Ramadan Murah Meriah di Pasar Benhil

Dalam jumpa persnya di Jakarta, Senin, Penny mengatakan dari hasil intensifikasi BPOM terhadap bahan berbahaya yang banyak disalahgunakan pada pangan yaitu formalin 39,29 persen, boraks (32,14 persen) dan rhodamin B (28,57 persen).

Dia mengatakan prosentase itu diambil dari 2.804 sampel yang diperiksa oleh petugas BPOM di berbagai kota di Indonesia.

Sementara itu, kata dia, terdapat 83 sampel atau 2,96 persen pangan takjil tidak memenuhi syarat (TMS). Takjil mengandung zat berbahaya itu dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu agar-agar, minuman berwarna, mie dan kudapan.

Penny mengatakan apabila dibandingkan dengan data intensifikasi pangan pada 2018, tahun ini terjadi penurunan persentase produk takjil yang TMS.

Pada pelaksanaan intensifikasi tahap III tahun 2018, kata dia, sampel yang tidak memenuhi syarat sebesar 5,34 persen.

"Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan pemahaman pedagang takjil yang kebanyakan merupakan ibu rumah tangga terhadap keamanan pangan semakin meningkat," katanya.

Baca: Cek Takjil di Pasar, Loka POM Tangerang Temukan Zat Berbahaya

Penny mengatakan penurunan takjil tak memenuhi syarat selama Ramadan tahun ini tidak terlepas dari upaya BPOM bersama kementerian dan lembaga terkait yang gencar melakukan sosialisasi serta komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat dan pelaku usaha.