Puluhan Kitab Kuning Dikaji Pesantren di Jombang Selama Ramadan

Santri mengaji Kitab Kuning di Kompleks Ponpes Lirboyo, 30 Mei 2017. Pondok pesantren yang berada di tengah kota Kediri ini, memiliki puluhan ribu santri yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. ANTARA FOTO
Santri mengaji Kitab Kuning di Kompleks Ponpes Lirboyo, 30 Mei 2017. Pondok pesantren yang berada di tengah kota Kediri ini, memiliki puluhan ribu santri yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. ANTARA FOTO

TEMPO.CO, Jombang - Bagi umat Islam, ibadah Ramadan tak hanya berpuasa yang hukumnya wajib. Namun Ramadan juga jadi ajang menambah ilmu dan pengetahuan berbagai bidang, mulai tentang tata cara ibadah (fikih), moral, etika, keimanan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, tafsir Al Qur’an dan hadits, hingga filsafat (tasawuf).

Baca: Magengan, Tradisi Saling Berbagi Makanan Menjelang Ramadan

Ilmu dan pengetahuan itu bisa didapat dari berbagai macam kitab berisi ajaran ibadah hingga filsafat yang dibaca dan dikaji di berbagai pesantren. Di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Ramadan jadi kesempatan para santri maupun masyarakat umum menambah ilmu dan pengetahuan mereka dari kitab-kitab yang dibaca di masjid maupun pesantren.

Seperti biasanya, berbagai pesantren di Jombang mulai menggelar kajian kitab-kitab kuning atau kitab gundul mulai awal Ramadan dan akan dituntaskan (dikhatamkan) sampai pertengahan atau akhir Ramadan. Tanggal 1 Ramadan 1440 Hijriyah tahun ini bertepatan dengan 6 Mei 2019.

Disebut kitab kuning karena pada umumnya warna kertas pada kitab-kitab tersebut kuning muda. Disebut kitab gundul karena pada umumnya hanya berisi kata atau kalimat berhuruf Arab tanpa ada harakat atau tanda baca vokal dalam tata bahasa Arab.

“Sama dengan tahun-tahun sebelumnya, beberapa kitab akan dibaca dan dikaji baik di masjid yang pesertanya masyarakat umum maupun di pondok yang pesertanya santri yang dibagi dalam beberapa kelas,” kata pengasuh pondok pesantren Mambaul Ma’arif, Desa Denanyar, Kecamatan Jombang, KH Abdussalam Sokhib, Ahad, 5 Mei 2019.

Seorang santri tertidur ketika mengaji Kitab Kuning di komplek Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, 30 Mei 2017. Pada bulan Ramadan para santri memanfaatkan waktu istirahat mereka untuk mempelajari kitab kuning secara lebih mendalam. ANTARA/Zabur Karuru

Ulama muda yang akrab disapa Gus Salam ini mengatakan sesuai jadwal, khataman kitab akan dimulai sejak tanggal 1 hingga 25 Ramadan. “Kalau yang akan dibaca di masjid sekitar 10 kitab,” katanya. Selain kiai atau ustad membacakan isi kitab, masyarakat bisa mengajukan pertanyaan terkait tema yang dibacakan. “Sehingga ada dialog atau diskusi dua arah,” ujarnya.

Mambaul Ma’arif merupakan salah satu pesantren tertua di Jombang yang didirikan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Bisri Syansuri.

Kajian kitab-kitab kuning juga dilakukan di masjid dan Pondok Pesantren Tebuireng, Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Jombang, yang diasuh KH Salahudin Wahid atau Gus Solah. Salah satu pengurus pesantren, Lukman Hakim, mengatakan dalam Ramadan tahun ini Tebuireng juga menggelar pengajian beberapa kitab. “Pengajian kitab selama Ramadan akan dimulai tanggal 6-26 Mei (1-21 Ramadan),” katanya.

Menurut Lukman, peserta pengajian kitab di masjid adalah para santri dan masyarakat umum. “Masyarakat bisa dari Jombang atau luar Jombang yang sering diistilahkan santri kalong,” ujarnya. Santri kalong (kelelawar besar) maksudnya orang yang mengaji di pondok lalu kembali ke rumah atau daerah asal mereka ibarat kelelawar yang kembali ke habitatnya.

Baca: Kurma, Menu Wajib di Masjid Terapung Makassar Selama Ramadan

Ada sekitar 23 kitab yang akan dibaca dan dikaji oleh 29 kiai dan ustad di Tebuireng. Kitab-kitab tersebut mengajarkan tentang tata cara ibadah, moral, etika, keimanan, tafsir Al Qur’an dan hadits, dan sebagainya.

“Yang paling banyak peminatnya biasanya kitab Sahih Bukhari,” katanya. Sahih Bukhari adalah kitab berisi hadits-hadits Nabi Muhammad yang terpercaya yang diriwayatkan Imam Bukhori. Kitab ini juga rutin dibaca sejak zaman pendiri pondok pesantren Tebuireng yang juga pendiri NU KH Hasyim Asy’ari.