JK: Cara Islam Masuk Bantu Indonesia Terhindar dari Konflik

Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri acara buka bersama dengan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan di masjid di komplek Kementerian Sosial, Jakarta, 26 Mei 2018. FOTO/Setwapres RI
Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri acara buka bersama dengan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan di masjid di komplek Kementerian Sosial, Jakarta, 26 Mei 2018. FOTO/Setwapres RI

TEMPO.CO, Jakarta- Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengatakan kondisi Indonesia jauh lebih baik ketimbang negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim lainnya yang mengalami konflik. Menurut dia, hal ini tidak lepas dari sejarah masuknya Islam ke Asia Tenggara.

Kalla menjelaskan Islam datang ke Indonesia, Malaysia, dan Brunei lewat jalur perdagangan. Islam masuk ke negara-negara ini tidak dengan cara memerangi penduduk aslinya.

Baca: Jokowi Mulai Pembangunan Kampus Islam Internasional di Depok

"Sehingga terjadi transisi keagamaan yang damai, sehingga terjadilah di Republik Indonesia ini sesuatu yang tak terjadi di negara lain," katanya di Gedung Majelis Ulama Indonesia, Jalan Proklamasi, Jakarta, Rabu, 6 Juni 2018.

Kalla menuturkan aksi-aksi radikalisme yang terjadi di berbagai belahan dunia tidak lepas dari kondisi negara-negara Islam yang mengalami konflik. Menurut Kalla, ada upaya sengaja untuk membuat negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim mengalami konflik.

Simak: Memburu Lailatul Qadar, Umat Islam Dirikan Tenda di Masjid

Bila negara-negara Islam berkonflik, maka negara-negara barat akan maju. "Agar Amerika Serikat dan negara barat maju, maka negara Islam itu (harus) berkonflik satu sama lain. Inilah yang terjadi," ucapnya.

Kalla berujar dengan maraknya konflik di negara-negara Islam, maka timbul perasaan ketakutan kepada ajaran Islam atau Islamophobia. "Itu kemudian tersebar ke mana-mana," tuturnya.

Lihat: Bayar Zakat Rp50 juta, Jokowi: Menjalankan Keindahan Islam

Kalla mengatakan ada dua tipe pelaku radikalisme saat ini. Mereka yang bersikap radikal karena marah dan akibat penanaman ideologi. Kalla mencontohkan, pelaku radikalisme akibat marah adalah anak-anak muda keturunan negara-negara Islam yang dilanda konflik. Mereka yang dendam melancarkan aksinya ke negara-negara Eropa.

Aksi teror itu juga tersebar ke berbagai negara termasuk Indonesia. Pelaku radikalisme di Indonesia, kata Kalla, terpengaruh dari konflik di Timur Tengah. "Pelaku bom Thamrin itu dipengaruhi dari luar, perintahnya dari Suriah dan Afganistan," kata dia.