Kerupuk Mi, Kudapan Khas untuk Buka Puasa dari Bogor

Pekerja menjemur kerupuk mie di Kampung Rancasalak, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 29 Maret 2018. TEMPO/Prima Mulia
Pekerja menjemur kerupuk mie di Kampung Rancasalak, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 29 Maret 2018. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Bogor - Bagi sebagian besar masyarakat di Jabodetabek, kerupuk mi sudah biasa disajikan untuk hidangan buka puasa. Biasanya kudapan ini disajikan bersama dengan asinan atau cukup dengan sambal kacang dan gorengan saja.

“Alhamdulillah jumlah produksi kerupuk mi mengalami peningkatan meski tidak sebanyak tahun lalu,” kata Latifah, 58 tahun, pembuat kerupuk mi di Desa Keradenan, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Rabu, 23 Mei 2018. Di kawasan itu sedikitnya ada 10 pengusaha kerupuk mi, selain Latifah.

Menurut Latifah, bahan baku utama kerupuk mi adalah sagu. Proses pembuatan tidak terlalu sulit, hanya membutuhkan ketelatenan. “Bahan utamanya adalah sagu dan pewarna makanan,” katanya.

Sagu yang telah ditaburi pewarna makanan, kata Latifah, disiramkan air panas dan diaduk menggunakan tangan. “Seperti membuat adonan donat, kami sebutnya digalai (aduk), hingga bahannya menggumpal,” ujarnya.

Adonan yang telah menggumpal itu lalu diurai dan membentuk mi. Adonan yang telah terurai itu kemudian dicetak menggunakan alat yang bentuknya bundar. Setelah itu, adonan yang sudah berbentuk kerupuk mi itu dibakar dalam tungku api besar dan ditutup. “Sekitar lima menit dibakar di tungku,” katanya.

Setelah dikeluarkan dari tungku, kerupuk mi dijemur sampai kering. Selanjutnya, kerupuk dikumpulkan dan dikemas untuk didistribusikan ke pasar.

Latifah sudah menggeluti usaha pembuatan kerupuk mi kuning sejak 1980-an. Produksinya tersebar ke pasar-pasar di kawasan Jabodetabek. Dalam satu hari ia bisa menghasilkan 60 bal kerupuk mi. “Satu bal beratnya lima kilogram."

Jumlah produksi meningkat saat Ramadan karena kerupuk mi sering dijadikan kudapan buka puasa. “Satu hari bisa 80 bal kalau Ramadan,” ujar Latifah. “Saya jual per bal Rp 60 ribuan.”