TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara As'ad Said Ali mengajak seluruh masyarakat untuk bertabayyun atau meneliti berita serta informasi yang beredar selama bulan suci Ramadan. Hal ini perlu dilakukan untuk memerangi berita hoax, ujaran kebencian, serta penyebaran radikalisme dan terorisme.
Menurut dia, dalam bulan Ramadan kita diwajibkan menahan diri dari segala macam yang membatalkan puasa, terutama bicara ngelantur, hoax, dan menjelekkan orang. "Satu lagi, menahan diri untuk melakukan tindakan terorisme yang mengatasnamakan agama." As'ad Ali menyampaikannya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 16 Mei 2018.
Baca: Permintaan Kurma Saat Ramadan Naik Lebih dari 100 Persen
As'ad menyatakan masyarakat harus diberi pemahaman tentang budaya cek dan ricek informasi. Masyarakat tidak boleh sembarang menelan informasi apa adanya. "Harus dikonfirmasi dan dipikir apakah isinya sesuai dengan ajaran agama atau sebaliknya ingin menghancurkan agama.”
Menurut As'ad masyarakat juga harus pintar memilih dan memilah berita. Sebab, informasi yang beredar di media konvensional dan media sosial sering digunakan kelompok radikal menyebar hoax.
Baca: Ramadan-Lebaran 2018, Mentan Tingkatkan Stok ...
"Hoax itu bertujuan mengadu domba sehingga terjadi keributan dan keresahan dalam masyarakat."
Para dai disarankan memberikan ceramah tentang bahaya radikalisme dan terorisme selama Ramadan. Menurut dia, beberapa aksi terorisme beberapa waktu lalu merupakan teror biadab yang dilakukan orang-orang fasik. Menurut As'ad, di zaman Rasulullah dan zaman sahabatnya, keadaan serupa pernah terjadi. Pelakunya adalah kelompok khawarij, "Atau kelompok yang keluar dari Islam."