Bubur Paddas, Hidangan Khas Sambas untuk Buka Puasa dan Sahur

Reporter

Editor

Suseno

Bubur Paddas, atau Bubur Pedas. cookpad.com
Bubur Paddas, atau Bubur Pedas. cookpad.com

TEMPO.CO, Pontianak - Masyarakat Melayu di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, biasa menghidangakan bubur paddas sebagai hidangan buka puasa dan santap sahur. Makanan khas ini dipercaya bisa menambah selera makan. Bubur Paddas saat ini sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas, bahkan sampai tingkat nasional.

Malik, 82 tahun,  warga Dusun Limau Desa Mulia Kecamatan Teluk Keramat Kabupaten Sambas mengatakan di rumahnya makanan ini selalu ada saat berbuka atau sahur. "Sudah puluhan tahun bubur paddas menjadi menu utama keluarga saat Ramadan," kata Malik, Sabtu, 5 Mei 2018.

Malik selama ini selalu menghindari makanan yang serba instans. Karena itu, di usianya yang sudah melewati 80 tahun, dia masih tampak segar dan bisa bekerja sebagai petani karet. "Kalau makan bubur paddas, selera makan saya menjadi bertambah," ujarnya.

Menurut Malik, bubur paddas yang dihidangkan keluarganya tidak selengkap yang aslinya. "Cukup ada bumbu, daun pakis (miding), daun kesum, daun kunyit, dan daun singkil (daun buas-buas),” katanya. Bumbu bubur diolah dari kelapa, beras, lada dan campuran bumbu lainnya. “Rasa pedasnya sudah sangat nikmat sekali, dalam menambah selera makan, dan penghangat tubuh."

Bagi masyarakat Melayu di Sambas, bubur paddas biasanya dihingankan dalam  acara keluarga atau sebagai menu utama dalam menjamu tamu. Kini, bubur paddas bisa dihindangkan kapan saja. Bahkan kombinasi campuran bubur sudah beragam. Bisa ditambah berbagai sayuran, daging atau tulang sapi. “Rasanya semakin bervariasi dan enak,” katanya. "Kalau kami dulu, paling hanya ditambah ikan teri dan kacang tanah goreng."

Rosita, 30 tahun, warga Desa Sempalai Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas mengatakan, keluarganya tidak hanya menghindangkan bubur paddas di bulan Ramadan. “Biasanya juga dihidangkan saat Lebaran untuk menjamu keluarga yang berkunjung,” katanya.

Menurut dia, penyajian hidangan ini sudah menjadi tradisi Lebaran karena setiap keluarga yang datang selalu meminta makanan khas itu. "Apalagi kalau ada keluarga yang datang dari Kota Pontianak, karena bubur paddas yang banyak dijual di sana rasanya beda dengan buatan asli masyarakat Sambas," katanya.

Perbedaan rasa, menurut dia, kalau masyarakat luar Sambas yang membuat bubur paddas kebanyakan mencampur di luar daun-daunan, seperti wortel, ubi kayu atau pun yang jenis buah-buahan lainnya. "Padahal bubur paddas asli Sambas, tidak mengenal itu, melainkan bahan utama bubur paddas dari puluhan jenis sayur-sayuran daun," ungkapnya.

Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk membuat bubur padas, di antaranya puluhan macam daun-daunan, di antaranya daun pakis, kangkung, kecambah, daun kunyit, daun kasum, pucuk singkil, dan lain-lain, serta bumbu yang dibuat khusus dari beras dicampur dengan kelapa parut, dan berbagai rempah lainnya, seperti ketumbar, kayu manis, dan lada.

Untuk membuat, bumbu, yakni beras dan kelapa parut diberi rempah, kemudian di oseng-oseng hingga matang, kemudian ditumbuk atau di blender hingga halus sesuai keinginan.

Sementara, sayur-mayur atau berbagai dedaunan diiris-iris kecil. Setelah itu air dimatangkan dahulu, airnya bisa juga ditambah daging atau tulang sapi agar lebih enak, baru dimasukkan bumbu dan sayur, kata Rosita.

"Kemudian, supaya lebih nikmat lagi, kami juga menambahkan ikan teri dan kacang goreng, kecap manis, dan jeruk sambal (jeruk kecil) atau jeruk nipis, sehingga ketika dimakan bubur paddas tersebut, akan terasa nikmat, seperti ada rasa daun kasum yang sedikit beraroma khas, kemudian rasa gurih dan nikmat," katanya.

Pengamat Budaya Sambas, A Muin Ikram mengatakan, salah satu makanan khas masyarakat Melayu Sambas adalah bubur paddas yang kini sudah dikenal hingga di tingkat nasional. "Dulu bubur paddas hanya dikenal oleh kalangan anggota Keraton Sambas, kini makanan ini sudah memasyarakat, bahkan menjadi ikon masyarakat Kabupaten Sambas," ujarnya.

Muin Ikram berharap, bubur paddas bukan hanya menjadi hidangan khas buka puasa namun bisa juga menjadi menu utama di kegiatan lokal dan nasional. “Harus dilestarikan oleh generasi baru masyarakat Sambas, sehingga apa yang menjadi ciri khas tersebut tidak tenggelam oleh perkembangan zaman,” katanya.