Ramadannya Para Lansia

Sejumlah orang tua jompo bergaya saat ikuti Fashion Show untuk orang tua jompo di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia, Jakartam 28 Juni 2015. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
Sejumlah orang tua jompo bergaya saat ikuti Fashion Show untuk orang tua jompo di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia, Jakartam 28 Juni 2015. TEMPO/M IQBAL ICHSAN

TEMPO.CO, Jakarta -“Hey hallo how are you?,” ucap seorang nenek berkerudung biru bernama Umi Soleha menyapa Tempo dengan lantang siang itu. Saat itu Tempo menemuinya di selasar mushala Panti Jompo Tresna Werdha Budi Mulia 4 lepas waktu zuhur. Nenek Soleha, begitu dia kerap disapa kala itu baru menuntaskan salat zuhur.

Wanita paruh baya berusia 68 tahun itu adalah salah satu penghuni Panti Jompo Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4, Jalan Margaguna, Radio Dalam, Jakarta Selatan, Minggu 28 Juni 2015 sejak 7 tahun lalu. Secara fisik ia masih kuat untuk berjalan sendiri dan melakukan beberapa aktivitas bahkan masih ikut berpuasa tahun ini.

Wanita ini kerap menyapa siapa saja yang ditemuinya atau dilihatnya. Kata-kata dalam bahasa Inggris kerap terlontar begitu saja. Dari mana nenek ini belajar bahasa asing? Dan mengapa ia bisa menjadi salah satu penghuni panti jompo?

Umi Soleha, wanita asal Cirebon ini sejak usia 10 tahun telah tinggal di Jakarta. Ayahnya sempat bekerja di Departemen Luar Negeri saat itu. Saat dewasa, Umi rupanya pernah bekerja sebagai kepala koki di Kedutaan Republik Indonesia di Amerika. Saat itu ia tinggal di Washington DC. Setelah tinggal di Amerika beberapa tahun Umi kembali ke Jakarta dan menikah dengan seorang pria yang masih terhitung keluarganya. “Orang dulu kan gitu kadang nikah sama yang masih sodara,” tutur Umi.

Umi tak banyak menceritakan soal kehidupan dirinya setelah itu, yang jelas menurut dia semenjak suaminya meninggal Umi lantas tinggal bersama saudaranya. Namun beriringnya waktu, Umi sadar jika keberadaannya dia bisa ikut memberatkan kehidupan saudaranya tersebut. “makanya nenek pilih tinggal di sini, karena kan saudara juga hidupnya susah,” ujar Umi.

Menjalani kehidupan di panti jompo bukan perkara mudah. Apalagi saat pertama kali datang banyak pihak sangsi kalau Umi pernah tinggal dan bekerja di luar negeri. Dia mengaku sempat stres saat itu. Tapi lama kelamaan Umi bisa menyesuaikan kondisi di tempat baru tersebut, bahkan kini ia bisa muncul sebagai sosok ‘ibu’ bagi kawan-kawan sesama lansia. “Jangan salah di sini banyak yang kolokan, ada yang jadi anaknya, nenek dianggap ibu mereka di kamar,” ujar Umi. Kamar yang dimaksud Umi adalah ruangan besar atau bangsal yang terdiri dari beberapa ranjang di dalamnya.

Karakteristik penghuni panti jompo jelas beragam, selain itu lansia yang datang sendiri atau diantar keluarga juga punya karakteristik berbeda dengan lansia yang ditemukan di jalanan oleh dinas sosial. Sehingga menurut dia, lansia yang punya pengalaman harus bisa lebih memahami mereka yang diambil dari jalanan karena biasanya tabiatnya lebih kasar atau sulit diatur. “Kalau ditantangin nanti sama gilanya, sama crazy-nya,” kata Umi.

Sejauh ini, sosok Umi Soleha menjadi panutan bagi beberapa pihak. Ia kerap dihormati sesama lansia di panti tersebut. Bulan Ramadan kali ini Umi hanya punya satu harapan sederhana, ia ingin dikunjungi keluarganya yang tinggal di Jakarta. saat menyebutkan keinginannya tersebut, suara Umi yang tadi terdengar jelas saat bercerita perlahan menjadi lirih dan terisak. Bagaimana pun, keluarga adalah pihak yang sangat ia rindukan kehadirannya. “Pengen ada yang nengokin, semenjak pindah ke sini baru sekali ada yang datang,” ucapnya sambil terisak.

Selain Umi Soleha ada pula Lukman Syam. Kakek berusia 72 tahun ini juga memilih tinggal di panti jompo karena tak punya tempat tinggal yang tetap. Kedatangannya ke Jakarta sejak remaja. Ia sempat berkarir jadi pegawai bank, lalu merintis usaha ukiran Kediri tapi akhirnya alami bangkrut total. “Ceritanya panjang, akhirnya semua habis, ancurlah itu semua, pisah sama anak istri sekarang mereka di Demak,” ucap pria yang suka disapa atok Lukman ini. setelah cukup lama luntang-lantung sendiri di Jakarta, Lukman akhirnya memilih untuk menyelamatkan diri di panti jompo.

Mirip dengan pengalaman Umi, sebelumnya pun Lukman sempat diminta tinggal dengan keponakannya di Batam selama 1,5 tahun. Namun ia tak nyaman karena menumpang dalam kehidupan keluarga orang lain. Enam tahun sudah Lukman tinggal di panti jompo. Meski menurut dia segalanya serba terbatas, di panti jompo masih lebih baik dibanding harus merecoki rumah tangga keluarganya yang lain. “Dulu sempet berpikir bisa berkembang kalau di luar panti kan, makanya mau ikut pulang, ternyata tidak,” ujar Lukman.

Seperti tahun-tahun sebelumnya Ramadan kali ini pun harus dijalani tanpa ada kehangatan keluarga. Semenjak bercerai dengan istrinya, Lukman pun sudah sangat jarang bertemu ketiga putranya yang kini menetap di Demak. Sempat dua kali putra sulungnya menengok dirinya ke panti. Setelah itu sudah tak pernah datang lagi. “Ya sudah sekarang di sini saja, mau ke mana lagi?” ucap Lukman pada akhirnya.

AISHA SHAIDRA