Nasyid, Senandung Dakwah dalam Nada  

Kelompok nasyid RaihanFOTO: Tutty Baumeister
Kelompok nasyid RaihanFOTO: Tutty Baumeister

TEMPO.COJakarta - Beberapa tahun lalu, dunia maya gonjang-ganjing karena sebuah nasyid bertajuk Give Thanks to Allah yang dinyanyikan secara a cappella oleh seorang pria bersuara sejuk.

Banyak yang meyakini nasyid ini dibawakan oleh Michael Jackson, karena warna suara penyanyinya sangat mirip dengan sang King of Pop. Namun, sebenarnya, nasyid ini dinyanyikan oleh Zain Bhikha, munshid—penyanyi nasyid—asal Afrika Selatan.

Sebagai sebuah seni bernafas islami, nasyid memiliki sejarah panjang. Afwan Riyadi, personel kelompok nasyid Izzatul Islam menyebutkan, sejarahnya bahkan bisa ditarik hingga saat kedatangan Rasulullah di Madinah saat melakukan hijrah, dan disambut dengan senandung Thola’al Badru Alayna.

“Adapun akar nasyid seperti yang ada saat ini menurut saya dimulai sekitar tahun 1900-an ketika banyak terjadi kejatuhan di negara muslim untuk membangkitkan lagi ideologi dan semangat Islam,” ujarnya saat dihubungi Tempo, Selasa, 8 Juli 2014.

Karena itu, tema yang diangkat lebih banyak berbicara tentang perjuangan, yang kemudian dikenal dengan istilah nasyid haroki. Perjuangan rakyat Palestina adalah satu topik yang paling banyak diangkat.

“Di Indonesia, nasyid ini adalah bagian dari ideologi dan pergerakan untuk kesetiakawanan atas perjuangan saudara di Palestina,” ujar Erwin Yahya, salah satu pendiri sekaligus anggota kelompok nasyid Snada, yang dihubungi terpisah.

Selain nasyid Timur Tengah yang mengembuskan napas perjuangan, Indonesia juga banyak menerima nasyid dari Malaysia. “Berbeda dengan Timur Tengah, nasyid dari Malaysia lebih mirip Melayu Sufi, tentang hubungan antara Tuhan dan manusia,” ujar Afwan.

Nasyid mulai masuk ke Indonesia pada akhir dekade 80-an lewat kajian kampus, dan meledak pada awal 2000-an. Ada kelompok yang bertahan dengan nasyid a cappella dan hanya menggunakan iringan alat musik perkusi, namun ada pula yang mengawinkannya dengan beragam genre musik.

Snada, misalnya, melakukannnya dengan pendekatan lebih nge-pop. Selain pop, ada juga yang bergaya R 'n B dengan irama beatbox dari bibir, hingga nasyid dengan musik tradisional.

Namun, bukan berarti grup atau artis musik yang tiba-tiba membawakan lagu religius saban Ramadan dapat begitu saja dikelompokkan sebagai nasyid. Afwan dan Erwin sependapat, karena nasyid adalah salah satu bentuk dakwah, maka sang munshid harus konsisten dengan jalan dakwah di bidang musik sekaligus menjaga perilakunya.

“Jadi tidak bisa hanya musiman,” kata Erwin.

 RATNANING ASIH