Ramadan di Etiopia

Editor

Pruwanto

TEMPO/ Nita Dian
TEMPO/ Nita Dian

TEMPO.CO , Jakarta:Suasana Ramadan sangat terasa di Etiopia. Apalagi di daerah perumahan atau perkampungan Islam. “Masjid sepanjang hari memperdengarkan suara orang mengaji, atau membaca doa atau ceramah keagamaan dalam bahasa setempat, bahasa Amharic,” kata Duta Besar Indonesia untuk Etiopia, Ramli Saud kepada Tempo beberapa waktu lalu.

Etiopia memang memiliki beberapa keterkaitan sejarang dengan Islam. Muazzin Bilal  diyakini berasal dari Abyssinia (nama lama Etiopia) dari daerah Harar. 

Pengikut Nabi Nuhammad dari Mekah yang dipimpin oleh Usman bin Affan hijrah pertama kali ke Abyssinia, di daerah Negush Town, Makelle. Hijrah ini mereka lakukan untuk menghindari kejaran tentara Quraish.

Ratu Balqis (Queen Sheba), penguasa kerajaan Axum, menikah dengan King Solomon (Nabi Sulaiman AS) dari Jerussalem. Balqis diyakini berasal dari Abyssinia.

Wajar banyak muslim di Etiopia mencapai 40 juta dari 85 juta penduduknya. Mereka yang muslim kebanyakan menetap di bagian timur dan utara Etiopia. Ibu kota Addis Ababa yang berpenduduk sekitar 4 juta, memiliki sekitar 1,5 juta penduduk muslim.

Suasana Ramadan begitu terasa mirip Indonesia terutama di wilayah/propinsi yang mayoritas Islam di Addis Ababa. Seperti tahun lalu, tahun ini pun penduduk Etiopia antusias menyambut Bulan Suci.

Etiopia mengacu jadwal puasa ke Saudi Arabia. Lembaga Islamic Council of Etiopia tiap tahun mengeluarkan dan membagikan jadwal puasa ke semua masjid.

Ramadan di Etiopia tahun ini bertepatan dengan musim hujan. Udara tak begitu panas pada siang hari. Di Etiopia, khususnya di Addis Ababa, suhu udara sekitar 15 derajat Celsius. Kalau di bagian timur Etiopia udara mencapai 25 derajat Celcius.

Banyak masjid di sana menggunakan pengeras suara. Penduduk muslim berdatangan ke masjid untuk beribadah. Mereka pun aktif menggalang dana sadekah untuk penduduk miskin dan menyediakan makanan buka puasa. Daging sapi atau kambing yang disembelih warga yang mampu dibagikan kepada tetangga muslim yang kurang mampu. Mirip kebiasaan Idul Qurban atau Idul Adha.

Walaupun Etiopia bukan penghasil kurma, buah ini tetap menjadi utama bagi penduduk muslimnya. Etiopia tidak mengenal makanan kecil atau bukaan puasa seperti Indonesia. Namun seperti kebiasaan masyarakat Indonesia, mereka berusaha masak makanan lezat di hari Ramadan. “Makanan khas mereka bernama Injera yang dibuat dari gandum disertai lauk pauk terutama kambing serta sayur-sayuran,” tutur Ramli.

Penduduk Indonesia di Addis Ababa berjumlah 82 orang dan sebagian besar beragama Islam. Selama bulan Ramadan mereka sholat tarweh bersama didahului buka bersama. Kesempatan ini digunakan sebagai melepaskan rindu Tanah Air menampilkan berbagi makanan dan masakan dari berbagai daerah di Tanah Air.

Setiap tahun sejak hari raya Idul Fitri tahun 2011, KBRI Addis Ababa menyelenggarakan salat Eidul Fitri. Dubes RI didaulat sebagai khotib. Usai sholat, semua warga berkumpul di Wisma Indonesia untuk merayakan hari kemenangan dengan makan bersama dan karaoke lagu Indonesia.

NATALIA SANTI

Topik Terhangat
Gempuran Buku Porno|
Anggita Sari | Bisnis Yusuf Mansur | Kursi Panas Kapolri | Bursa Capres 2014