Kanji Rumbi, Hidangan Berbuka Warisan Sultan  

Editor

Nur Haryanto

Tengku Hasan (kanan) memasukkan daun-daunan dalam masakan khas Ramadhan kanji rumbi, dibantu oleh seorang penerusnya, di Masjid Beurawe, Banda Aceh (12/7). Tempo/Adi Warsidi
Tengku Hasan (kanan) memasukkan daun-daunan dalam masakan khas Ramadhan kanji rumbi, dibantu oleh seorang penerusnya, di Masjid Beurawe, Banda Aceh (12/7). Tempo/Adi Warsidi

TEMPO.CO, Banda Aceh - Lepas zuhur, Tengku Hasan, 68 tahun, mulai sibuk menyiapkan aneka bumbu di Masjid Al-Furqan Beurawe, Banda Aceh. Dibantu rekannya, ia menyiapkan sebuah kuali besar lengkap dengan kayu bakar. Riuh-rendah di dapur masjid, Sabtu siang itu, tak lain karena mereka sedang memasak bubur kanji rumbi, makanan khas Aceh yang ditunggu-tunggu jemaah masjid untuk menu berbuka puasa.

Kanji rumbi adalah bubur khas Aceh, hidangan khusus yang hampir mustahil bisa dijumpai di luar bulan suci.
Bahkan, di Banda Aceh sendiri kini hanya tersisa satu-dua tempat yang masih kukuh menjaga tradisi membuat bubur kanji rumbi di masjid. Bubur itu dipilih sebagai menu berbuka bersama jemaah masjid dan warga sekitar.

”Salah satu yang masih menjaga tradisi warisan Sultan itu, ya, di sini,” kata Tengku Hasan pada saat ditemui di Masjid Al-Furqan, Banda Aceh, pekan lalu.

Koki andalan Masjid Al-Furqan ini adalah peracik bumbu kanji rumbi yang piawai. Sadar bahwa kelihaiannya mengolah bumbu kanji rumbi harus segera diwariskan, Tengku Hasan tak segan terus mengajak pemuda Beurawe menemaninya memasak. Ia menyimpan harapan, kelak mereka dapat menjadi penjaga tradisi yang dikenal sejak zaman kesultanan itu.

Menurut Tengku Hasan, kanji rumbi bukanlah sekadar hidangan untuk berbuka biasa. Bubur istimewa itu konon mengandung banyak khasiat yang ampuh sebagai obat masuk angin dan maag. Maklum, bumbu yang digunakan memang dikenal mujarab untuk menyehatkan tubuh, seperti jahe, daun serai, dan kunyit.

Pekan lalu, Tempo berkesempatan melihat dari dekat proses pembuatan bubur spesial itu. Sebuah belanga bergaris tengah satu meter lebih terlihat telah siap menjadi ajang mengolah bubur kanji kebanggaan Aceh ini.

Sebelumnya, Tengku Hasan dan kawan-kawan telah menyiapkan beras bermutu baik yang kemudian dimasak sampai menjadi bubur. Setelah itu, secara bersamaan, beragam sayuran dimasukkan bersama rempah-rempah yang sudah digiling sebagai bumbu utama. “Ada kentang, wortel, kunyit, jahe, bawang, daun sop, santan kelapa, daun pandan, serai, dan banyak lainnya,” kata Tengku Hasan.

Agar lebih nikmat, daging ayam yang dicincang halus juga dicampurkan ke dalam kanji rumbi tersebut. Daging yang dicampurkan bisa diganti udang, sesuai dengan selera juru masak.

Namun, aneka bumbu berbentuk daun tidak dimasukkan bersamaan ke belanga. Rempah daun itu baru diceburkan saat bubur sedang diaduk menunggu matang. Butuh waktu dua jam untuk membuat masakan khas Aceh itu siap saji.

Bubur itu dituang dalam mangkuk-mangkuk kecil, dan siap disantap sebagai menu utama berbuka puasa di Masjid Al-Furqan. Untuk warga yang memilih berbuka di rumah, kanji rumbi bisa diambil di masjid dengan wadah yang dibawa dari rumah.

Warga yang jauh dari Masjid Al-Furqan pun tak perlu gigit jari jika ingin menikmatinya. Selain di masjid, warga bisa mendapatkannya dengan membeli di lapak-lapak dadakan yang menjual aneka makanan berbuka. Bubur ini banyak tersebar di jalanan Kota Banda Aceh. “Kami juga menyediakan kanji rumbi, tapi khusus pada Ramadan saja,” kata Yanti, seorang penjual makanan di Ulee Kareng, Banda Aceh.

ADI WARSIDI | RAHMA TW